Pada tanggal 2-4 Juni 2023, IISS (The International Institute for Strategic Studies) Shangri-La Dialogue kembali diadakan di Hotel Shangri-La, Singapura. IISS Shangri-La mempertemukan delegasi pemerintah negara-negara di dunia yang membidangi pertahanan.
Berbagai isu dibicarakan dalam pertemuan tersebut mulai dari teknologi siber, keamanan kawasan Asia Pasifik, pengembangan program nuklir, hingga situasi terbaru mengenai perang yang terjadi di Rusia dan Ukraina.
Indonesia sebagai negara maritim terbesar di dunia hadir yang diwakili langsung oleh Menteri Pertahanan, Prabowo Subianto. Yang menarik dari pertemuan IISS Shangri-La kali ini, Prabowo Subianto dipercaya untuk pidato dalam forum yang dihadiri Menteri-menteri pertahanan dari seluruh dunia tersebut.
Dikutip dari kanal Youtube Gerindra TV, Prabowo menyampaikan beberapa hal terkait situasi terkini dari sudut pandang Indonesia. Salah satunya mengenai munculnya anggapan bahwa Tiongkok dan Amerika Serikat saling bersaing terutama dalam menunjukkan kekuatan militer masing-masing negara.
“Marilah kita sangat terbuka, situasi keamanan di Pasifik, terutama di Asia, di Asia Timur terutama didominasi oleh ketegangan yang meningkat dari kebangkitan China untuk kembali menjadi kekuatan dunia yang besar. Dan ini berhadapan dengan Amerika Serikat sebagai kekuatan global yang unggul,” ujar Prabowo.
Selain itu, Prabowo juga menawarkan perdamaian untuk Rusia dengan Ukraina di dalam pidatonya.
“Saya mengusulkan garis besar perdamaian sebagai berikut, pertama, gencatan senjata di tempat yang merupakan suksesi permusuhan di posisi saat ini dari kedua pihak yang berkonflik. Dua, penarikan 15 kilometer ke zona demiliterisasi baru. Ketiga, PBB memantau dan mengamati kekuatan untuk segera dibentuk dan segera dikerahkan di sepanjang zona demiliterisasi baru ini,” seru Prabowo dalam sela-sela pidatonya.
Dilansir dari Kumparan, proposal tersebut dianggap aneh dan tidak relevan bahkan menuduh bahwa usulan Prabowo merupakan usulan Rusia.
“Kedengarannya [proposal ini] seperti rencana Rusia, bukan rencana Indonesia. Kami tidak butuh mediator ini datang kepada kami [dengan] rencana aneh ini,” kata Rezkinov dilansir media Ukraina, Ukrinform.