Menteri Pertahanan Indonesia Prabowo Subianto, membeli 12 jet tempur Mirage 2000-5 yang sebelumnya digunakan oleh Angkatan Udara Qatar. Transaksi ini menelan biaya 733 juta euro atau setara dengan hampir Rp12 triliun.
Pesawat buatan Prancis ini didanai melalui pinjaman luar negeri yang telah disetujui oleh Menteri Keuangan Indonesia Sri Mulyani. Kontrak ditandatangani pada 31 Januari 2023, namun kesepakatan sudah terjalin sejak Oktober 2022.
Brigjen Edwin Adrian Samantha, selaku juru bicara Kementerian Pertahanan Indonesia, menyatakan bahwa pembelian Mirage 200-5 dilakukan untuk menggantikan kesiapan tempur TNI AU yang sudah menua.
Dia mencatat bahwa banyak dari pesawat-pesawat tersebut yang harus di-upgrade, diperbaiki. Sementara pengiriman pesanan baru membutuhkan waktu. Armada yang ada saat ini terdiri dari F-16 dari Amerika Serikat, KAI F/A-50 dari Korea Selatan, BAE Hawk dari Inggris, dan Su-27 dan Su-30 dari Rusia.
Kementerian Pertahanan telah berniat untuk mengganti jet tempur F-5 Tiger dengan Su-35, tetapi hal ini terhalang oleh sanksi AS terhadap Rusia.
Akuisisi jet tempur Mirage 2000-5 ini melibatkan banyak perusahaan-perusahaan besar di dunia. Menurut Intelligence Online, perjanjian antara Qatar dan Indonesia dirancang oleh E-Systems Solutions, sebuah perusahaan yang berbasis di Dubai yang dimiliki oleh mantan perwira Prancis Habib Boukharouba.
Negosiasi dilakukan secara rahasia oleh Excalibur International, sebuah perusahaan perdagangan dan ekspor asal Ceko yang merupakan anak perusahaan dari perusahaan senjata Cekoslowakia.
Untuk memfasilitasi diskusi antara kedua negara, Excalibur International mengerahkan personilnya ke Qatar dan Indonesia untuk memastikan kelancaran transaksi. Personel tersebut juga bertanggung jawab untuk melakukan semua dokumen dan logistik yang diperlukan terkait akuisisi.
Lebih lanjut, perusahaan ini memberikan saran dan dukungan teknis kepada Qatar dan Indonesia, untuk memastikan bahwa pesawat jet Mirage 2000-5 sesuai dengan standar internasional.
Selain itu, perusahaan Ceko itu juga memberikan pelatihan kepada personil dari kedua negara untuk memastikan penggunaan jet sebaik mungkin. Secara keseluruhan, akuisisi jet tempur Mirage 2000-5 merupakan proses yang kompleks, yang melibatkan sejumlah perusahaan dan personel internasional.