Haejangguk terbuat dari kaldu daging sapi yang dihasilkan dari proses perebusan yang lambat untuk mengeluarkan rasa dari daging.
Rasa kaldu ini biasanya gurih dengan rempah-rempah seperti bawang putih, jahe dan merica yang memberikan aroma khas dan rasa yang menyegarkan.
Selain itu bumbu-bumbu tradisional Korea seperti gochujang atau pasta cabai merah pedas, doenjang atau pasta kedelai, dan ganjang atau kecap asin juga dapat ditambahkan untuk memberikan dimensi rasa yang lebih kuat.
Makanan tradisional Haejangguk memiliki sejarah panjang dan berakar dalam budaya Korea. Istilah Haejangguk berarti sup untuk kehangatan.
Makanan ini terkenal sebagai sup penyembuh yang sering dikonsumsi oleh orang korea setelah mengalami kelelahan berat karena diyakini dapat membantu mengembalikan keseimbangan tubuh.
Sejarah Haejangguk bisa dilihat pada masa Dinasti Goryeo di tahun 918 hingga 1392 di Korea. Pada masa itu makanan ini mulai dikenal sebagai Gori Haejangguk atau sup penyembuh Gori.
Namun hidangan ini berkembang dan berubah seiring berjalannya waktu dan selama masa Dinasti Joseon di tahun 1392 sampai tahun 1897, Haejangguk semakin dikenal dan populer di kalangan rakyat biasa.
Haejangguk terbuat dari kaldu daging dengan tambahan bahan-bahan seperti lobak, bit, daikon, kol, kubis, kacang merah, jamur, sayuran hijau, dan rempah-rempah. Biasanya disajikan dengan nasi dan kimchi, serta disertai dengan biji wijen atau bawang putih.
Pada awalnya, Haejangguk dianggap sebagai hidangan kesehatan yang membantu mengembalikan tenaga. Akan tetapi seiring berjalannya waktu, makanan ini telah menjadi makanan yang dapat dinikmati oleh semua orang, tidak hanya sebagai obat, tetapi juga sebagai makanan lezat sehari-hari.
Seiring dengan perubahan pola makan dan gaya hidup, Haejangguk tetap menjadi makanan yang populer di Korea Selatan.
Saat ini dapat ditemukan Haejangguk di berbagai restoran dan warung makan di seluruh wilayah Korea Selatan, terutama di daerah yang ramai dan terkenal dengan kehidupan malam.