in

Inilah yang Terjadi pada Tubuh Manusia Ketika Menaklukkan Puncak Everest

Ilustrasi. Foto: Freepik

Gunung Everest, puncak tertinggi di dunia, menjadi daya tarik besar bagi para pendaki gunung yang ingin mengukir prestasi di ketinggian yang menantang. Namun, di balik keindahan dan prestise mendaki Everest, tubuh manusia harus menghadapi tantangan serius yang dapat mengancam kesehatan.

Risiko kesehatan di Zona Kematian

Ketika mencapai ketinggian di atas 8000 meter, pendaki menghadapi apa yang dikenal sebagai ‘zona kematian’. Di daerah ini, tingkat oksigen sangat rendah, mencapai bahkan 40 persen lebih rendah dari pada permukaan laut. Akibatnya, tubuh manusia harus beradaptasi dengan kondisi ekstrem ini.

Kondisi tubuh di puncak Everest

Di zona kematian, otak dan paru-paru pendaki dapat mengalami kekurangan oksigen, meningkatkan risiko serangan jantung dan stroke. Saat mendaki, tubuh terasa seperti berlari di atas treadmill dan bernapas melalui sedotan. Penting bagi pendaki untuk menyesuaikan diri dengan minimnya oksigen sebelum mencapai puncak Everest.

Risiko kesehatan yang dihadapi pendaki

Kekurangan oksigen dapat menyebabkan detak jantung melonjak hingga 140 detak per menit, meningkatkan risiko serangan jantung. Pendaki juga menghadapi risiko pembekuan darah karena peningkatan hemoglobin, yang dapat menyebabkan stroke atau penumpukan cairan di paru-paru.

Ancaman lainnya di ketinggian

Pendaki berisiko mengalami kondisi seperti High Altitude Pulmonary Edema (HAPE), yang ditandai dengan sesak napas, kelelahan, dan batuk berbusa. Ancaman lain termasuk High Altitude Cerebral Edema (HACE), yang dapat menyebabkan pembengkakan otak, disertai mual, muntah, dan kehilangan orientasi.

Kondisi ekstrem dan ancaman fisik

Pendaki dengan hipoksia dapat melakukan tindakan aneh, seperti melepaskan pakaian atau berbicara dengan teman khayalan. Silau dari salju dan es dapat menyebabkan kebutaan sementara, sedangkan suhu di zona kematian dapat mencapai di bawah nol derajat Celsius, mengakibatkan risiko pembekuan kulit.

Mendaki Gunung Everest bukan hanya soal kekuatan fisik, tetapi juga kemampuan tubuh manusia untuk bertahan dalam kondisi ekstrem. Ancaman kesehatan yang dihadapi pendaki menjadi pengingat bahwa keberanian untuk menaklukkan Everest juga harus diimbangi dengan persiapan dan pemahaman mendalam terhadap risiko yang terlibat.