in

Mengapa Menguap Bisa Menular? Ini Alasannya Menurut Sains

Ilustrasi. Foto: Freepik

Fenomena menguap yang menular seringkali menjadi momen lucu atau menggemaskan dalam interaksi sehari-hari. Saat kita berada di tengah-tengah orang lain dan salah satunya menguap, tanpa disadari, kita pun ikut menguap meskipun sebelumnya tidak merasa ngantuk. Namun, apa sebenarnya yang memicu perilaku ini sehingga seseorang dapat ‘tertular’ menguap? Sebuah penelitian terbaru mengungkapkan rahasia di balik fenomena menarik ini, menjelaskan mekanisme otak yang terlibat dan mengapa hal ini terjadi.

Mengapa Menguap Bisa Menular?

Sebuah penelitian yang diterbitkan di jurnal Current Biology pada 31 Agustus 2017, membawa kita lebih dekat untuk memahami mengapa menguap bisa menular. Peneliti memusatkan perhatian pada aktivitas otak yang bertanggung jawab atas fungsi motorik untuk mengeksplorasi mekanisme di balik perilaku meniru ini.

Partisipan dalam penelitian ini terdiri dari 36 orang dewasa yang diminta untuk menonton video orang lain yang sedang menguapDengan menggunakan stimulasi magnetik transkranial (TMS), para peneliti dapat mengukur aktivitas otak peserta selama percobaan. Eksperimen ini dirancang untuk mengungkap rahasia di balik ‘tertularnya’ menguap.

Ilustrasi. Foto: Freepik

Aktivitas Otak dan Menguap

Hasil penelitian menggambarkan bahwa kecenderungan seseorang meniru penguapan berkaitan dengan tingkat aktivitas otak di korteks motorik. Korteks motorik adalah bagian otak yang mengendalikan gerakan tubuh, dan ternyata, semakin tinggi aktivitas di daerah ini, semakin besar kecenderungan seseorang untuk ikut menguap.

Sebagai bagian dari eksperimen, peserta diminta untuk menahan diri saat melihat video menguap. Pada percobaan lain, peserta diberi instruksi yang sama, namun peneliti juga memberikan arus listrik pada kulit kepala partisipan. Arus listrik ini dimaksudkan untuk merangsang korteks motorik, yang diperkirakan dapat mengendalikan perilaku menguap. Hasilnya, ketika korteks motorik dirangsang, dorongan untuk menguap juga meningkat.

Profesor Georgina Jackson, seorang neuropsikolog kognitif di Universitas of Nottingham Inggris, yang terlibat dalam penelitian ini, menjelaskan, “Dengan kata lain, dorongan untuk menguap meningkat seiring dengan keinginan diri sendiri untuk mencoba menghentikan aktivitas menguap itu.” Temuan ini memberikan wawasan lebih dalam tentang keterlibatan otak dalam fenomena ‘tertularnya’ menguap.

Echophenomenon: Perilaku Meniru Otomatis

Ilustrasi menguap (Freepik)

Dalam menjelaskan fenomena menguap yang menular, para peneliti menggunakan istilah “echophenomenon”. Echophenomenon adalah jenis perilaku meniru orang lain secara otomatis. Artinya, kita cenderung secara refleks meniru apa yang kita lihat, dalam hal ini, menguap.

Echophenomenon memiliki berbagai jenis, dan salah satunya adalah echolalia, yaitu meniru kata-kata seseorang, dan echopraxia, yaitu meniru tindakan seseorang. Dalam konteks menguap, echophenomenon menjadi kunci untuk memahami mengapa perilaku ini dapat menular begitu cepat di antara individu.

Tidak Hanya Manusia, Hewan Juga Rentan Terhadap ‘Tertularnya’ Menguap

Salah satu temuan menarik dari penelitian ini adalah bahwa fenomena ‘tertularnya’ menguap tidak terbatas pada manusia saja. Hewan, termasuk anjing dan simpanse, juga rentan mengalami efek menular ini. Hal ini membuka jendela wawasan baru tentang kemungkinan adanya mekanisme serupa dalam otak berbagai spesies.

Mengamati bahwa hewan juga dapat mengalami fenomena yang sama menunjukkan bahwa perilaku ini mungkin memiliki dasar evolusioner atau neurologis yang lebih dalam. Mungkin ada keterkaitan antara mekanisme otak yang sama yang mendorong ‘tertularnya’ menguap pada manusia dan hewan, memberikan perspektif unik tentang kesamaan dan perbedaan di antara berbagai spesies.

Implikasi Terhadap Keseharian dan Kesehatan Mental

Pemahaman lebih dalam tentang mekanisme otak di balik fenomena ‘tertularnya’ menguap dapat memiliki implikasi yang menarik, baik dalam konteks keseharian maupun kesehatan mental. Mengetahui bahwa ini adalah respons otomatis dari korteks motorik dapat membantu kita memahami lebih baik tentang bagaimana interaksi sosial dan emosi bekerja dalam kehidupan sehari-hari.

Dalam situasi tertentu, seperti presentasi atau pertemuan bisnis, pemahaman tentang mekanisme ini dapat membantu kita mengontrol atau mengurangi dorongan untuk menguapkan, memberikan kesan yang lebih profesional. Selain itu, dalam konteks kesehatan mental, pemahaman tentang keterlibatan otak dalam fenomena ini dapat membuka pintu untuk pengembangan strategi baru dalam penanganan gangguan tidur atau stres.