Permainan tradisional kadaplak yang pada zaman Belanda sempat dimanfaatkan untuk mengangkut hasil tani dan tembakau. Pada saat ini kadaplak kembali dihadirkan masyarakat kampung Pasir Angling guna mengenalkan dan mengedukasi agar permainan tradisional itu tetap lestari di tengah perkembangan teknologi.
Kadaplak merupakan permainan tradisional yang tergolong ekstrem. Bentuknya seperti mobil-mobilan tanpa mesin. Untuk kerangka hingga rodanya terbuat dari kayu atau bambu. Bentuknya pun unik karena dibuat berdasarkan imajinasi pembuatnya.Untuk kerangka badan kadaplak itu menggunakan pohon kopi atau pun bambu.
Sedangkan untuk rodanya menggunakan kayu kuray. Pohon kopi atau pun bambu ini dipotong sesuai ukuran yang diinginkan, kemudian disambung dengan menggunakan tali ataupun dengan bantuan sekrup dan paku. Untuk pelumas roda, pemuda setempat menggunakan daun sepatu yang telah ditumbuk, mereka menyebutnya sebagai oli alami. Meski begitu, ada sebagian dari mereka yang menggunakan oli untuk pelumas mesin.
Cara bermain kadaplak ini harus dilakukan di lintasan curam. Pengendara yang telah membawa kadaplaknya di lintasan tertinggi, tengah bersiap menggunakan helm dan sepatu. Ada dua jenis kadaplak yang dipakai saat itu, yakni kadaplak yang dilengkapi stang bambu, dan yang tidak. Bagi pembalap kadaplak berstang bambu, dia akan memegang stang untuk mengemudi dan sebagai penahan keseimbangan.
Sementara yang tidak menggunakan stang, tangannya akan memegang kerangka kadaplak di kiri kanannya. Saat meluncur, kaki bertumpu pada kerangka roda depan, kaki tersebut berfungsi untuk mengendalikan arah kendaraan sekaligus menopang tubuh ketika meluncur di lintasan curam.
Ketika telah dinyatakan siap, pembalap pun meluncur dengan kecepatan tertentu, tergantung curam dan sulitnya lintasan tersebut. Lintasan yang dilalui bukanlah aspal, melainkan tanah kering di kaki Pegunungan Palasari.