Patah hati merupakan pengalaman emosional yang seringkali sangat menyakitkan. Meski berawal dari perasaan emosional, patah hati juga dapat berdampak pada kondisi fisik seseorang seperti perasaan sakit.
Mengutip Live Science, ada empat alasan kenapa patah hati bisa menimbulkan rasa sakit. Antara lain, yaitu:
Otak merespons patah hati sebagai sakit fisik
Ketika seseorang mengalami patah hati, otak merespons dengan cara yang mirip dengan respons terhadap rasa sakit fisik. Bagian otak yang terlibat dalam persepsi rasa sakit fisik seperti amigdala dan korteks anterior cingulate juga aktif saat seseorang merasa sedih atau terluka secara emosional akibat patah hati.
Bagian otak yang terkait dengan respons emosional, seperti amigdala, menjadi sangat aktif. Hal ini menyebabkan kita merasakan perasaan sedih, cemas, atau bahkan marah.
Penelitian menunjukkan bahwa orang yang mengalami patah hati lebih sensitif terhadap rasa sakit fisik. Rasa sakit emosional dari patah hati dapat memperkuat persepsi terhadap rasa sakit fisik sehingga membuatnya terasa lebih intens.
Respons emosional terhadap patah hati juga bisa tercermin dalam perilaku kita. Misalnya, kita mungkin menjadi lebih tertutup, cenderung menarik diri dari orang lain, atau bahkan merasa sulit untuk tidur atau makan.
Tubuh melepaskan hormon stres
Selain itu, patah hati juga dapat menyebabkan pelepasan hormon stres seperti kortisol dan epinefrin ke dalam tubuh. Hormon kortisol merupakan hormon stres utama yang dilepaskan oleh kelenjar adrenal sebagai respons terhadap stres. Saat mengalami patah hati, produksi kortisol meningkat, yang dapat meningkatkan denyut jantung, tekanan darah, dan tingkat kecemasan. Kortisol juga dapat mempengaruhi suasana hati, energi, dan tidur.
Sementara itu, hormon epinefrin dapat meningkatkan denyut jantung, mempercepat pernapasan, dan meningkatkan aliran darah ke otot-otot penting saat mengalami patah hati. Hormon ini juga dilepaskan oleh kelenjar adrenal sebagai respons terhadap stres.
Perubahan kimia dalam otak menimbulkan rasa sakit
Menurut penelitian yang dipublikasikan dalam jurnal Biological Sciences pada tahun 2011, penolakan sosial seperti mengalami putus cinta dapat mengaktifkan area otak yang terkait dengan persepsi rasa sakit fisik.
Dalam penelitian tersebut, partisipan yang baru saja mengalami putus cinta dipaparkan dengan gambar mantan pasangan mereka. Melalui pemindaian magnetic resonance imaging (MRI), para peneliti mengamati aktivasi area otak tertentu pada partisipan.
Hasil pemindaian MRI menunjukkan bahwa area otak yang biasanya terlibat dalam persepsi cedera fisik, termasuk korteks somatosensori sekunder dan insula posterior dorsal menjadi aktif pada partisipan yang mengalami putus cinta. Dari temuan ini, dapat disimpulkan bahwa penolakan sosial dapat memicu respons neurobiologis yang serupa dengan rasa sakit fisik.
Rasa sakit yang dirasakan akibat patah hati dapat mencapai tingkat yang signifikan, bahkan disamakan dengan gejala nyeri dada dan serangan panik. Ini menunjukkan bahwa pengalaman emosional seperti patah hati tidak hanya terbatas pada aspek psikologis, tetapi juga memiliki konsekuensi yang dapat dirasakan secara fisik dalam tubuh manusia.
Patah hati juga dapat menyebabkan perubahan kimia dalam otak, antara lain yaitu penurunan kadar serotonin. Serotonin adalah neurotransmitter yang terkait dengan regulasi suasana hati dan perasaan bahagia. Penurunan kadar serotonin dapat menyebabkan perasaan sedih dan cemas yang lebih intens.
Patah hati membuat tubuh lebih sensitif terhadap perasaan fisik
Patah hati juga ternyata melibatkan beberapa mekanisme saraf yang sama seperti rasa sakit fisik.Sistem saraf simpatis dan parasimpatis, yang biasanya mengimbangi satu sama lain saling terlibat saat seseorang mengalami patah hati.
Sistem saraf simpatis bertanggung jawab atas respons fight-or-flight. Ini merupakan saraf yang dapat mempercepat detak jantung dan pernapasan. Sementara itu, sistem saraf parasimpatis bertanggung jawab atas tubuh saat beristirahat. Hormon yang dilepaskan saat mengalami patah hati dapat mengaktifkan kedua bagian dari sistem saraf ini.