Pulau Banda Neira memiliki banyak peninggalan masa kolonial, termasuk benteng-benteng yang menjadi saksi bisu kedatangan bangsa Eropa di pulau ini. Sebagai pusat produksi pala yang terkenal, pulau ini menjadi target eksploitasi oleh para penjajah. Benteng-benteng ini berperan sebagai pos pertahanan, gudang senjata, pusat pemerintahan, dan tempat penyimpanan hasil bumi rakyat. Berikut ini adalah lima benteng peninggalan masa kolonial yang masih dapat ditemukan di Banda Neira.
Benteng Nassau
Benteng Nassau terletak di Pulau Neira, Kecamatan Banda, Kabupaten Maluku Tengah. Belanda membangun Benteng Nassau pada tahun 1607 di atas pondasi benteng Portugis yang tidak selesai. Mereka mengerahkan 700 prajurit Belanda yang dipimpin oleh Admiral Verhoef dalam pembangunannya.
Walaupun pembangunan benteng tersebut menghadapi perlawanan dari penduduk lokal, termasuk serangan gerilya yang dilakukan terhadap Belanda, pembangunan tetap dilanjutkan. Meskipun demikian, perlawanan itu tidak berhasil menghentikan pembangunan Benteng Nassau, yang sering disebut sebagai waterkasteel atau Benteng Air.
Benteng Nassau kemudian menjadi pusat administrasi VOC di Neira pada masa pemerintahan Pieter Both, Gubernur Jenderal VOC. Benteng ini juga menjadi tempat terjadinya pembantaian terhadap 40 tokoh masyarakat Banda yang memberontak terhadap VOC. Ketika Benteng Belgica diperkuat pada tahun 1672-1673, Benteng Nassau digunakan sebagai tempat penahanan untuk tahanan dari Batavia.
Benteng Nassau memiliki bentuk persegi dengan bastion berbentuk hati di setiap sudutnya, serta dikelilingi oleh parit. Saat ini, hanya dua bastion, dua gerbang, dan beberapa meter dinding yang masih bertahan. Kerusakan parah pada benteng ini terjadi karena serangan Inggris pada tahun 1810 ketika mereka merebut Benteng Belgica.
Benteng Belgica
Benteng Belgica didirikan oleh Portugis pada tahun 1611 atas perintah Pieter Both, seorang Jenderal dari VOC. Terletak di Pulau Neira, benteng ini awalnya digunakan sebagai pangkalan militer VOC dan juga sebagai sarana untuk menanggapi perlawanan penduduk Banda yang menentang monopoli perdagangan pala yang dijalankan oleh VOC. Benteng ini memberikan posisi strategis bagi VOC untuk mengawasi aktivitas kapal dan mengintai kehadiran tentara Inggris. Terletak pada ketinggian sekitar 30 meter di atas permukaan laut, di Bukit Tabeluku, Benteng Belgica juga menjadi pusat administrasi VOC sebelum dipindahkan ke Batavia.
Benteng ini masih terjaga dengan baik dibandingkan dengan tiga benteng sebelumnya. Desain arsitekturnya unik, berbentuk segi lima dengan dua lapisan dinding dan menara besar di setiap sudutnya. Dibangun menggunakan blok batu yang diikat bersama dengan kapur. Bangunan pertama berupa pelataran yang kuat dan massif, dengan lima bastion di setiap sudutnya. Sementara bangunan kedua memiliki bentuk segi lima, dengan menara pengamat setinggi 13,8 meter di setiap sudutnya. Bangunan ini menyediakan ruang untuk prajurit beristirahat atau untuk penyimpanan amunisi.
Pada tahun 2015, Benteng Belgica diresmikan sebagai Cagar Budaya dan menjadi bagian penting dari warisan perdagangan rempah-rempah masa lalu yang masih berdiri tegak hingga saat ini. Kini, benteng ini telah menjadi salah satu tujuan wisata yang populer di Banda Neira.
Benteng Concordia
Benteng Concordia dibangun pada tahun 1630 yang terletak dekat dengan pemukiman di pesisir timur Pulau Banda Besar, khususnya di Desa Wayer, Kecamatan Banda, Kabupaten Maluku Tengah. Awal pembangunan Benteng Concordia bertujuan untuk melindungi desa wayer dari bajak laut. Namun, sayangnya, benteng ini tidak lagi utuh karena rusak akibat gempa bumi pada tahun 1732.
Bangunan benteng aslinya berbentuk segitiga, tetapi diganti dengan bentuk segi empat dan empat bastion pada sudut-sudutnya. Namun, perencanaan pembangunan kembali Benteng Concordia dianggap kurang baik. Hal ini disebabkan karena gudang rempah-rempah di sebelah benteng tidak dirobohkan terlebih dahulu, sehingga tidak ada akses masuk ke bastion keempat. Benteng ini kemudian dilelang oleh pemerintah Belanda karena rentan terhadap gempa bumi. Meskipun demikian, sebagian besar bangunan benteng masih dapat ditemukan dalam keadaan hampir utuh, kecuali satu bastion yang telah hancur.
Benteng Revenge
Benteng Revenge terletak di Pulau Ai atau Pulau Ay, sebuah pulau dan desa di Kepulauan Banda yang termasuk dalam Kecamatan Banda, Kabupaten Maluku Tengah, Maluku. Nama “revenge” dalam bahasa Inggris bermakna “balas dendam”. Oleh karena itu, Benteng Revenge secara harfiah mengandung arti sebagai benteng yang merupakan simbol balas dendam. Penamaan benteng ini terinspirasi dari sejarah pembangunannya, yang dimulai dari peristiwa balas dendam yang dilakukan oleh Belanda terhadap penduduk pulau.
Pada bulan Mei 1615, sebuah armada kecil dari VOC, yang dipimpin oleh Adriaan van der Dussen dan Pieter van den Broecke, tiba di pulau Ai dengan maksud untuk mengontrol perdagangan pala di sana. Namun, beberapa hari kemudian, penduduk pulau Ai memutuskan untuk menentang upaya monopoli perdagangan tersebut, dan akhirnya VOC terpaksa mundur dari pulau Ai.
Pada bulan April 1616, van der Dussen kembali dengan armadanya dan berhasil menaklukkan pulau Ai. Penduduk pulau dipaksa menyerah kepada VOC, dan mereka yang menolak dikalahkan. Pada tahun yang sama, Belanda mendirikan sebuah benteng yang dinamai Benteng Revenge. Benteng ini memiliki bentuk pentagonal dengan lima bastion di setiap sudutnya.
Salah satu pejabat VOC juga pernah diasingkan ke Benteng Revenge. Ia adalah seorang komandan pasukan bernama Elso Sterrenberg. Pada tahun 1753, bangunan benteng ini direnovasi dan terus dipergunakan hingga akhir abad ke-19. Namun, saat ini kondisi Benteng Revenge tidak lagi utuh dan sangat tidak terawat.
Benteng Holandia
Benteng Holandia terletak di Desa Lonthoir, Kecamatan Banda, Maluku Tengah, dan hanya beberapa bagian dari benteng ini yang masih ada. Bagian yang masih dapat ditemukan termasuk gerbang utama, ruangan di bawah bastion barat laut, serta bastion sisi barat laut dan timur laut, beserta tiga sisi dinding. Sebagian bangunan telah rusak dan hilang.
Meskipun beberapa bagian rusak, minat wisatawan untuk mengunjungi benteng tersebut tetap tinggi. Selain untuk menjelajahi sejarahnya, beberapa wisatawan bahkan memanfaatkan bagian-bagian yang tidak utuh sebagai latar belakang estetik untuk foto-foto mereka.
Benteng Holandia awalnya dibangun pada tahun 1624 dengan nama Fort Lonthoir, dan kemudian diubah namanya menjadi Fort Hollandia oleh Pieter Vlak. Tujuan pembangunan benteng ini adalah untuk mengawasi aktivitas masyarakat Banda, lalu lintas laut, serta perdagangan pala di Lonthoir dan Neira. Struktur bangunan benteng terbuat dari batu andesit, batu karang, dan bata, dengan lapisan plester dari bubuk kapur. Sebagian besar bahan tersebut diperoleh dari lingkungan sekitar benteng.