Seperti yang kita ketahui, dunia tenis seringkali dikuasai oleh pemain-pemain unggulan dari Eropa. Namun, kenyataan ini tidak meredam semangat dan tekad dari para petenis Asia.
Tidak sedikit petenis Asia yang berhasil meraih gelar juara dalam berbagai turnamen bergengsi dan bahkan berhasil mencapai peringkat sepuluh besar dalam peringkat dunia. Ini menjadi bukti bahwa kehadiran petenis-petenis Asia semakin menarik perhatian di panggung tenis internasional.
Inilah lima petenis terbaik sepanjang masa yang berasal dari Asia:
Li Na (China)
Sebagai salah satu ikon tenis dari Asia, Li Na membuat sejarah sebagai petenis Asia pertama yang berhasil meraih gelar Grand Slam. Prestasi cemerlangnya dicatat ketika dia memenangkan French Open pada tahun 2011. Dia dikenal sebagai pemenang Grand Slam pertama dari benua Asia. Tiga tahun setelahnya, dia kembali meraih gelar Grand Slam dengan kemenangan di Australia Open.
Pada usia 40 tahun, Li Na tetap menjadi salah satu figur yang menginspirasi dalam dunia tenis. Meskipun ia juga menjadi runner-up di Australia Open pada tahun 2011 dan 2013, dia mempertahankan statusnya sebagai satu-satunya pemain Asia yang pernah meraih gelar Grand Slam tunggal.
Selama kariernya, Li Na pernah menduduki peringkat dua dunia. Prestasi ini telah mencerminkan keunggulan dan konsistensinya dalam dunia tenis. Meskipun jumlah gelar tunggal WTA yang dimilikinya terbatas, hanya sembilan gelar dari periode 1999 hingga September 2014, namun prestasinya dalam meraih gelar Grand Slam menjadi bukti keberhasilannya dalam mengukir sejarah dalam tenis internasional.
Leander Paes (India)
Leander Paes adalah seorang atlet tenis yang berasal dari India yang memiliki satu gelar dalam tunggal putra. Namun, dia diakui sebagai salah satu pemain ganda terbaik dalam sejarah tenis dengan mengoleksi 55 gelar ganda dan 18 gelar ganda campuran.
Dalam kancah Grand Slam, Paes telah mengamankan delapan trofi ganda dan 10 gelar ganda campuran dan menegaskan dominasinya dalam permainan ganda. Salah satu momen puncak kariernya adalah ketika ia menjadi petenis tertua yang memenangkan gelar Grand Slam pada tahun 2016 bersama Martina Hingis. Kala itu, Paes berusia 42 tahun.
Tidak hanya itu, Paes telah menjadi bagian penting dari tujuh Olimpiade. Dia meraih prestasi luar biasa dengan meraih medali perunggu dalam tunggal putra di Olimpiade Atlanta 1996.
Ramanathan Krishnan (India)
Ramanathan Krishnan mengukir prestasi mengagumkan dengan mencapai posisi empat besar berturut-turut di turnamen Wimbledon pada tahun 1960 dan 1961. Prestasi ini menjadi salah satu yang terbesar dalam sejarah tenis Asia, khususnya di India.
Selama kariernya, Krishnan berhasil mengoleksi 55 gelar tunggal. Ia juga berhasil mencapai peringkat keenam tertinggi dalam peringkat amatir yang disusun oleh Lance Tingay. Prestasinya tidak hanya membanggakan bagi dirinya sendiri, tetapi juga bagi India dalam dunia tenis.
Krishnan juga berhasil meraih gelar juara putra di SW19 pada usia 17 tahun. Ini merupakan sebuah pencapaian yang menunjukkan bakat dan kemampuannya yang luar biasa di lapangan tenis. Keberhasilannya ini memberikan peringatan kepada siapa pun yang meremehkannya di lapangan.
Paradorn Srichaphan (Thailand)
Paradorn Srichaphan adalah seorang atlet tenis yang berasal dari Thailand yang diakui sebagai pelopor dalam dunia tenis Asia. Prestasinya yang gemilang telah membawa pulang lima gelar dan membuka jalan bagi generasi tenis masa depan di benua Asia.
Pada tahun 2003, Srichaphan mencapai peringkat sembilan di dunia, menjadikannya pemain Asia pertama yang berhasil masuk dalam 10 besar peringkat ATP. Prestasi ini mengukuhkan posisinya sebagai salah satu ikon tenis Asia yang paling berpengaruh.
Meskipun tidak pernah mencapai babak keempat dalam turnamen Grand Slam, Srichaphan berhasil meraih kemenangan yang mengesankan melawan beberapa nama besar seperti Rafael Nadal, Andy Roddick, dan Marat Safin.
“Saya tidak hanya mewakili Thailand, negara asal saya, tetapi juga merasa mewakili seluruh Asia, terutama dalam dunia tenis,” ujarnya pada tahun 2003.
Kei Nishikori (Jepang)
Dilatih oleh Michael Chang, Kei Nishikori menjadi petenis Asia pertama yang berhasil mencapai final di US Open 2014.
Pada tahun 2015, Nishikori mencapai puncak kariernya dengan mencapai peringkat keempat di dunia dan meraih medali perunggu di Olimpiade Rio 2016.
Meskipun sudah mengumpulkan sebanyak 11 gelar tunggal di Tur ATP, namun gelar Grand Slam atau trofi Masters 1000 masih menjadi target yang belum tercapai bagi Nishikori.
Selain itu, Nishikori juga dihadapkan pada masalah cedera yang terus mengganggu performanya. Cedera ini telah berkontribusi pada penurunan rankingnya, yang membuatnya harus berjuang keras untuk kembali ke puncak performanya.