in

Parasyte: The Grey, Adaptasi Baru yang Menegangkan tentang Monster

Parasyte: The Grey

“Parasyte” karya Hitoshi Iwaaki terkenal dengan dua hal utama: Monsternya yang bisa berubah bentuk dan protagonisnya yang menarik, siswa sekolah menengah Shinichi Izumi dan parasitnya, Migi.

Namun, “Parasyte: The Grey,” adaptasi live-action terbaru yang berlatar di Korea Selatan, mengambil pendekatan berbeda dengan menghadirkan karakter dan cerita baru yang orisinal.

Karakter utama baru

Di bawah arahan Yeon Sang-ho, sutradara dari film terkenal “Train to Busan,” “Parasyte: The Grey” memperkenalkan protagonis baru, Jeong Su-in (diperankan oleh Jeon So-nee). Su-in adalah seorang pekerja toko kelontong berusia 20-an yang memiliki masa lalu yang kelam. 

Suatu hari, ia diserang dan hampir terbunuh dalam perjalanan pulang dari kerja. Namun, nasibnya berubah ketika sebuah parasit masuk ke dalam tubuhnya dan menyembuhkan luka-lukanya. Parasit ini muncul sebagai kepribadian alternatif yang disebut “Heidi,” mengingatkan kita pada kisah Dr. Jekyll dan Mr. Hyde.

Adaptasi kreatif

“Parasyte: The Grey” cerdas dalam pendekatannya dengan menciptakan sesuatu yang berbeda dari kisah aslinya. Heidi, berbeda dengan Migi, menghindari kerumitan teknis dan lebih sering mengumumkan kehadirannya melalui perubahan fisik sederhana seperti bola mata yang menghitam atau ekspresi wajah yang kosong.

 Namun, ketika Heidi mengambil alih, ia bisa menunjukkan bentuk tentakel yang mengerikan dari separuh wajah Su-in.

Kreasi monster yang menakjubkan

 

Serial ini tidak berhemat dalam menggambarkan kreasi khas Iwaaki. Parasit-parasit di “Parasyte: The Grey” menunjukkan penampilan manusia untuk berbaur dengan masyarakat, tetapi berubah menjadi bentuk mengerikan saat mereka mencari makan atau mempertahankan diri. 

Transformasi ini melibatkan bilah tentakel yang berayun-ayun hingga bunga daging yang hancur, menampilkan monster yang benar-benar menakjubkan dan sangat tidak manusiawi.

Cerita yang bergerak cepat

“Parasyte: The Grey” tidak membuang waktu dalam menyampaikan ide-idenya. Di episode pertama, cerita langsung melompat beberapa bulan ke depan, menunjukkan bagaimana kemunculan parasit mulai mengubah masyarakat.

 Rekaman ponsel yang menyembunyikan makhluk tersebut membuat pemerintah Korea Selatan membentuk Tim Grey, sebuah pasukan militer yang menggunakan parasit yang ditangkap sebagai “anjing pemburu” untuk melacak kerabatnya. 

Sementara itu, para parasit menyusup ke masyarakat di bawah kedok sebuah gereja Kristen yang mengerikan.

Adaptasi dengan nuansa lokal

Yeon Sang-ho dengan cerdik menyesuaikan cerita Parasyte dengan latar belakang geografis dan budaya Korea Selatan. Upaya Tim Grey untuk mengontrol media mengingatkan pada sejarah Korea Selatan dengan sensor. 

Kehadiran gereja yang jahat mencerminkan penyebaran agama Kristen di negara tersebut. Ini menunjukkan bagaimana Yeon menyesuaikan materi agar sesuai dengan tema favoritnya, yaitu bagaimana masyarakat bereaksi ketika dunia mereka berubah secara drastis.

Kurangnya eksplorasi karakter

Namun, langkah cepat cerita menyisakan sedikit ruang untuk mengeksplorasi karakter secara mendalam. Heidi muncul sebagai kepribadian yang sepenuhnya alternatif, sehingga Su-in tidak punya banyak waktu untuk terbiasa dengan kekuatan barunya. Akibatnya, kita tidak banyak tahu tentang protagonis kita yang agak pendiam.

Penampilan pemeran pendukung

Pemeran pendukung, termasuk gangster pengecut Seol Kang-woo (Koo Kyo-hwan) dan detektif baik hati Kim Cheol-min (Kwon Hae-hyo), memberikan kesan yang lebih kuat. 

Pemimpin Tim Grey, Choi Jun-kyung (Lee Jung-hyun), dengan sarung tangan hitamnya dan potongan rambut asimetris, menambahkan elemen intimidasi yang menarik.

Aksi dan ketegangan

“Parasyte: The Grey” bersinar dalam adegan aksi dan ketegangannya. Konflik antara Tim Grey dan gereja menghasilkan skema dan pengkhianatan yang rumit, dengan senjata dan taktik militer yang mengingatkan pada pendekatan horor berorientasi aksi dari “Train to Busan.” Adegan kejar-kejaran yang melibatkan gangster dan sepeda motor curian menambah intensitas cerita.

Meskipun memiliki kekurangan, “Parasyte: The Grey” tetap setia pada inti dari seri aslinya, yaitu kekuatan abadi dari monster besar. Serial ini berhasil mengadaptasi materi sumbernya dengan cara yang segar dan menarik, sekaligus menambahkan lapisan komentar sosial yang relevan dengan latar belakang Korea Selatan. 

Dengan aksi yang mendebarkan dan monster yang menakjubkan, “Parasyte: The Grey” adalah tontonan yang layak untuk penggemar horor dan fiksi ilmiah.