Gita Cinta dari SMA yang dirilis pada tahun 1979 merupakan film cinta remaja yang sangat populer pada masanya.
Kisah pasangan Galih dan Ratna menjadi ikon percintaan remaja yang tak terlupakan, seperti halnya Rangga dan Cinta dalam AADC atau Dilan dan Milea beberapa tahun yang lalu.
Kini, setelah 44 tahun berlalu, Gita Cinta dari SMA kembali hadir di layar bioskop dalam versi remake.
Dalam versi aslinya, peran Galih dan Ratna dimainkan oleh Rano Karno dan Yessy Gusman.
Namun, dalam versi terbaru ini, karakter ikonik tersebut diperankan oleh Yesaya Abraham dan Prilly Latuconsina.
Sinopsis Gita Cinta dari SMA
Film ini bercerita tentang Ratna, seorang siswi baru di sebuah SMA di Bandung. Di sekolah barunya, Ratna bertemu dengan Galih, seorang siswa populer yang dingin dan cuek namun menjadi idola para siswi.
Ratna jatuh hati pada pandangan pertama kepada Galih. Tanpa disadari, Galih yang nampak cuek ternyata juga menyimpan rasa suka kepada Ratna. Seiring berjalannya waktu, mereka pun menjadi sepasang kekasih.
Namun, kebahagiaan mereka tidak berlangsung mulus. Ayah Ratna tidak merestui hubungan mereka dan melakukan berbagai cara untuk memisahkan keduanya.
Akankah Galih dan Ratna mampu mempertahankan cinta mereka? Itulah konflik utama yang dihadirkan dalam film ini.
Kisah cinta remaja yang klise
Versi remake ini tetap setia pada cerita aslinya yang diangkat dari novel karya Eddy D. Iskandar.
Ceritanya sendiri cukup klise, mengisahkan tentang siswi baru yang jatuh cinta pada siswa populer di sekolah.
Alur cerita, sifat karakter, dan konfliknya sangat umum dan bisa ditebak. Meski demikian, cerita yang klise ini masih bisa dinikmati, terutama bagi mereka yang menyukai kisah cinta remaja.
Performa akting
Yesaya Abraham dan Prilly Latuconsina menunjukkan performa akting yang cukup baik. Mereka berhasil memerankan Galih dan Ratna dengan karakteristik yang kontras namun seimbang.
Chemistry antara keduanya sebagai pasangan remaja terasa nyata dan meyakinkan. Namun, yang paling mencuri perhatian adalah Dwi Sasono yang memerankan ayah Ratna. Dwi Sasono dengan apik memerankan sosok ayah yang galak dan tegas, menjadi sumber konflik utama dalam cerita.
Aktingnya sangat memukau, terutama pada bagian klimaks film ini.
Penggunaan bahasa baku
Karena latar waktu film ini berada pada era 80-an, dialog dalam film ini menggunakan bahasa baku.
Sayangnya, tidak semua dialog terdengar alami. Beberapa dialog yang diucapkan oleh karakter remaja terasa kaku dan tidak natural.
Namun, dialog yang diucapkan oleh aktor senior yang memerankan karakter dewasa terasa lebih natural dan sesuai dengan setting waktu film ini.
Nostalgia era 80-an
Gita Cinta dari SMA berhasil menghadirkan suasana era 80-an dengan sangat baik. Latar tempat, kendaraan, busana, hingga model rambutnya sesuai dengan setting waktu tahun 1984.
Properti seperti kursi, meja, lemari, kaset, poster, dan lainnya juga sangat mendukung suasana 80-an. Tone warna film ini juga berhasil menciptakan nuansa nostalgia yang kuat.
Pemilihan soundtrack
Soundtrack film ini menjadi salah satu poin terbaik. Lagu-lagu yang dipilih sangat pas dengan cerita film, memberikan kesan magis dan berhasil membawa penonton ke era 80-an.
Lagu-lagu ciptaan Guruh Soekarnoputra, Chrisye, hingga Benny Soebardja mendukung cerita film dengan baik. Beberapa lagu juga dibawakan ulang oleh penyanyi muda, Segara, dengan sangat baik.
Meski ceritanya klise, Gita Cinta dari SMA tetap mampu menjadi tontonan yang menghibur. Film ini sangat cocok untuk mereka yang ingin bernostalgia dengan kisah cinta masa SMA sambil menikmati lagu-lagu klasik yang tak lekang oleh waktu.
Jadi, jika kamu ingin mengenang masa-masa indah saat SMA, film ini bisa menjadi pilihan yang tepat untuk ditonton.