in

Sinopsis dan Review Film “Buya Hamka Vol. 1”

buya hamka vol. 1

Film “Buya Hamka Vol. 1” berfokus pada perjalanan hidup Abdul Malik Karim Amrullah, yang lebih dikenal sebagai Buya Hamka, ketika beliau aktif sebagai pengurus Muhammadiyah di Makassar. 

Selain itu, kita juga diperkenalkan pada masa-masa Buya Hamka sebagai pemimpin redaksi majalah “Pedoman Masyarakat”. 

Namun, kisah hidup Buya Hamka tidak terlepas dari berbagai konflik, termasuk kedatangan Jepang ke Indonesia. 

Pengenalan Buya Hamka: Kelebihan dan Kekurangan

Sebagai bagian pertama dari serangkaian film, “Buya Hamka Vol. 1” mencoba memperkenalkan sosok Buya Hamka kepada penonton, mulai dari masa beliau menjadi tokoh agama penting di Makassar dan Sumatra. 

Sayangnya, pengenalan sosok Buya Hamka dalam film ini terasa kurang mendetail. Menonton film ini seperti membaca riwayat hidup singkat Hamka dari buku sejarah sekolah. 

Masalah dan penyelesaian yang muncul dalam kehidupan Buya Hamka tidak dijelaskan dengan detail sepanjang film. 

Akibatnya, konflik dalam film ini terasa lompat dari satu masalah ke masalah lainnya tanpa penjelasan yang mendalam mengapa konfliknya bisa berakhir. 

Hal ini membuat karakterisasi Buya Hamka sebagai tokoh utama terasa kurang mendalam.

Durasi Film yang Terasa Terburu-Buru

Dengan durasi 106 menit, film ini terasa terlalu cepat dalam mengakhiri ceritanya. Momen paling menarik dalam film ini baru mulai terasa menjelang ending, yang juga termasuk trailer dua volume berikutnya. Trailer tersebut tampak lebih menjanjikan dari segi cerita dan konflik.

Chemistry Apik Antara Vino G. Bastian dan Laudya Cynthia Bella

Film “Buya Hamka Vol. 1” melibatkan banyak bintang Tanah Air yang memerankan sejumlah tokoh nasional Indonesia. 

Akting dari para pemain dalam film ini tidak perlu diragukan lagi, salah satunya adalah Vino G. Bastian yang cukup berhasil memerankan Buya Hamka, meski penokohannya terasa kurang mendalam.

Daya tarik utama film ini terletak pada chemistry antara Vino G. Bastian dengan Laudya Cynthia Bella yang memerankan Siti Raham, istri Buya Hamka. 

Setiap momen yang menampilkan Vino dan Laudya berhasil menunjukkan sisi romantis dan kebucinan dari Buya Hamka, yang selama ini hanya terlihat dari buku-bukunya yang kental dengan nuansa romansa.

Namun, ada satu hal yang cukup mengganggu dari segi akting, yaitu penampilan Ferry Salim sebagai Gubernur Nakashima. 

Ferry Salim tidak terlalu terlihat seperti orang Jepang, dan dialognya terdengar tidak natural karena mencampurkan bahasa Indonesia dengan logat Jepang. 

Hal ini disayangkan, karena Gubernur Nakashima memiliki porsi peran yang cukup besar dalam film.

Desain Produksi dan Scoring yang Menggugah Emosi

Selain bertabur bintang, nilai jual dari film “Buya Hamka” terletak pada desain produksinya yang terasa sangat niat. 

Film ini berhasil menghadirkan nuansa masa sebelum kemerdekaan Indonesia, mulai dari latar lokasi sejarah hingga kostum yang digunakan para karakternya. 

Make-up untuk karakter versi usia tua juga berhasil dieksekusi dengan baik, sehingga terlihat sangat nyata.

Aspek positif lainnya dari segi teknis adalah scoring yang mengiringi sepanjang film. Scoring hasil aransemen Purwacaraka cukup berhasil membuat beberapa adegan dalam film menjadi lebih emosional. 

Meskipun demikian, ada beberapa momen di mana scoring terasa kurang pas.

Film “Buya Hamka Vol. 1” menawarkan pengenalan awal tentang sosok Buya Hamka, meskipun terasa kurang mendetail dan terkadang terburu-buru dalam penyampaian ceritanya. 

Chemistry antara Vino G. Bastian dan Laudya Cynthia Bella menjadi daya tarik utama, sementara desain produksi dan scoring juga memberikan nilai tambah. 

Meskipun ada beberapa kekurangan, film ini tetap layak untuk ditonton, terutama bagi mereka yang ingin mengenal lebih dalam sosok Buya Hamka.