in

“Poker Face”: Kisah Misteri Modern dengan Sentuhan Retro

poker face

“Poker Face” yang menarik dan apik, Rian Johnson menempatkannya dalam kisah yang berbeda: peninjauan ulang kontemporer dari kisah detektif kriminal dari setengah abad yang lalu. Meski tayang di Peacock, nuansa serial ini mengingatkan pada acara NBC di tahun 1970-an.

Premis Sederhana yang Menarik

Seperti “Russian Doll” atau “Knives Out” karya Johnson, “Poker Face” dimulai dengan premis sederhana yang kemudian diputarbalikkan: Charlie Cale (Lyonne) selalu tahu saat orang berbohong. 

Seperti orang pada umumnya, dia menggunakan bakatnya untuk berjudi, tetapi setelah beberapa kejadian malang, dia berakhir sebagai pelayan di kasino. 

Pembunuhan seorang teman membuatnya sadar bahwa dia juga bisa menggunakan intuisinya untuk memecahkan kejahatan. 

Setelah melibatkan tersangka berbahaya, dia melarikan diri ke jalan-jalan belakang Amerika yang penuh dengan pembunuhan aneh.

Gaya Retro yang Memikat

“Poker Face” menarik perhatian dengan gaya retro-nya. Kamera mengikuti pola karpet barok di lorong kasino yang agak ketinggalan zaman, dan kredit layar yang menguning mengingatkan pada episode “Columbo” di awal tahun 70-an. 

Suasananya begitu mendalam sehingga ketika referensi kontemporer muncul — seperti MAGA atau “Euphoria” — terasa agak aneh.

Kisah yang Lebih dari Sekadar Misteri

Charlie memiliki gaya hidup kelas pekerja yang khas. “Saya pernah kaya,” katanya kepada bos kasino dalam episode pilot. “Lebih mudah daripada bangkrut, lebih sulit daripada baik-baik saja.” 

Zen-nya memiliki batas; ia memiliki rasa keadilan dan kejujuran yang mendalam, yang di awal seri ia salurkan ke dalam balasan marah di Twitter. 

Kasus pertamanya, yang melibatkan seorang pembantu rumah tangga kasino, membangkitkan kemarahan itu.

Pola yang Menarik

“Poker Face” segera berubah menjadi pola yang konsisten. Babak 1, Anda melihat perbuatan itu dilakukan. 

Babak 2 diputar ulang untuk menempatkan Charlie di tempat kejadian. Setelah menggunakan detektor kebohongannya, permainan yang sebenarnya dimulai: bagaimana menemukan bukti lebih dari sekadar bukti tidak langsung. 

Hubungannya dengan orang-orang yang diabaikan atau ditindas memberinya harta karun informasi.

Penampilan yang Menghidupkan Cerita

Penampilan Lyonne yang santai dan bersemangat membuat “Poker Face” layak ditonton. Kecerobohan Charlie tampak jelas dalam pikirannya yang hiperaktif, terganggu oleh kebohongan sehari-hari. 

Sungguh menyenangkan melihatnya meraba-raba lorong kalimat yang tak berujung, seperti ketika dia berulang kali berjuang mengingat kata “locker” atau berhenti untuk mengagumi kata kerja “figure.”

“Poker Face” bukan hanya sekadar hiburan ringan. Serial ini memiliki kesamaan dengan “Glass Onion” karya Johnson, yaitu kesadaran bahwa memiliki fakta tidak sama dengan mendapatkan keadilan. 

Kasus-kasus minggu ini yang melibatkan orang-orang yang tidak punya rencana dan mantan-mantan cukup mudah untuk diliput. 

Melawan orang-orang yang lebih berkuasa, terkadang Anda perlu mengambil keadilan ke tangan Anda sendiri, dan menanggung akibatnya sendiri.

Dengan enam episode yang ditayangkan untuk para kritikus, alur cerita ini sebagian besar tidak terlalu menonjol dibandingkan misteri yang berdiri sendiri. “Poker Face” diuntungkan oleh kebebasan streaming dan bisa dinikmati secara maraton. 

Meski pengulangan formula bisa mencolok, “Poker Face” tetap menyenangkan untuk ditonton, dengan segala keunikannya yang tidak perlu dipertanyakan lagi. Ini adalah meja permainan dengan taruhan rendah, tetapi menyenangkan untuk nongkrong.