Dalam dunia balap motor, pensiun dini bukanlah hal yang biasa terjadi, mengingat banyak pembalap yang tetap bertahan hingga usia lanjut karena kecintaan mereka terhadap olahraga ini. Namun, ada beberapa pembalap yang memilih untuk pensiun lebih awal dari yang diharapkan, entah karena alasan kesehatan, keluarga, atau keinginan untuk mengejar karir di bidang lain. Berikut beberapa pembalap yang memutuskan untuk pensiun dini:
Casey Stoner
Casey Stoner adalah salah satu contoh paling terkenal dari pembalap yang memilih pensiun dini. Stoner, pembalap asal Australia, memenangkan dua gelar juara dunia MotoGP pada tahun 2007 dan 2011. Dikenal karena bakat alaminya dan gaya balap yang agresif, Stoner mengejutkan dunia balap ketika ia mengumumkan pensiun pada akhir musim 2012, saat usianya baru 27 tahun. Ia menyebutkan alasan keluarganya dan kelelahan dengan jadwal MotoGP yang ketat serta politik di dalam olahraga sebagai faktor-faktor keputusannya.
Jorge Lorenzo
Jorge Lorenzo, pembalap Spanyol yang memenangkan lima gelar juara dunia (tiga di kelas MotoGP dan dua di kelas 250cc), juga memilih untuk pensiun dini. Lorenzo mengumumkan pensiun pada akhir musim 2019 saat berusia 32 tahun. Karirnya dihiasi oleh berbagai kemenangan dan momen-momen bersejarah, tetapi cedera yang berulang dan kesulitan beradaptasi dengan motor Honda pada musim terakhirnya mempengaruhi keputusannya untuk pensiun.
Nico Rosberg
Nico Rosberg, juara dunia Formula 1 tahun 2016, mengumumkan pensiun hanya beberapa hari setelah memenangkan gelar juara dunia. Pembalap Jerman ini mengakhiri karirnya di usia 31 tahun, setelah mengalahkan Lewis Hamilton dalam pertarungan sengit untuk meraih gelar. Rosberg menyatakan bahwa ia telah mencapai puncak karirnya dan ingin menghabiskan lebih banyak waktu dengan keluarganya, serta merasa bahwa ia tidak lagi memiliki motivasi yang sama untuk terus berkompetisi.
Mika Hakkinen
Mika Hakkinen, juara dunia Formula 1 dua kali asal Finlandia, mengumumkan jeda dari olahraga pada akhir musim 2001, meskipun pada saat itu ia masih dianggap sebagai salah satu pembalap top. Hakkinen, yang berusia 33 tahun saat itu, menyebutkan kelelahan fisik dan mental sebagai alasan utama di balik keputusannya. Meskipun ia tidak pernah kembali ke Formula 1 sebagai pembalap penuh waktu, ia tetap aktif dalam berbagai peran di dunia motorsport.
Andrea Dovizioso
Andrea Dovizioso, pembalap Italia yang dikenal dengan julukan “Dovi,” memilih untuk mengambil cuti dari MotoGP pada akhir musim 2020 setelah meninggalkan Ducati. Meskipun tidak secara resmi mengumumkan pensiun pada saat itu, keputusan Dovizioso untuk tidak berkompetisi pada musim 2021 menandai jeda signifikan dalam karir balapnya. Dovizioso, yang selalu menjadi pesaing kuat di MotoGP, menyebutkan keinginan untuk menemukan proyek yang tepat sebagai alasan di balik keputusannya.
Dani Pedrosa
Dani Pedrosa, pembalap Spanyol yang memenangkan banyak balapan dan tiga kali menjadi runner-up di kejuaraan dunia MotoGP, pensiun pada akhir musim 2018 di usia 33 tahun. Meskipun tidak pernah meraih gelar juara dunia di kelas utama, Pedrosa dihormati sebagai salah satu pembalap paling konsisten dan berbakat di era modern MotoGP. Setelah pensiun, Pedrosa tetap terlibat dalam MotoGP sebagai test rider untuk KTM.
Alain Prost
Alain Prost, salah satu pembalap Formula 1 paling sukses dengan empat gelar juara dunia, pertama kali pensiun pada akhir musim 1991 setelah meraih tiga gelar juara dunia. Namun, ia kembali balapan pada tahun 1993 dan memenangkan gelar keempatnya sebelum pensiun untuk kedua kalinya di akhir musim itu. Keputusan Prost untuk pensiun pada usia relatif muda untuk pembalap Formula 1 sebagian besar disebabkan oleh perselisihan dengan tim dan keinginan untuk mengejar tantangan baru di luar balapan.
Pembalap-pembalap ini menunjukkan bahwa meskipun mereka memiliki karir yang cemerlang dan masa depan yang menjanjikan di lintasan, faktor-faktor seperti kesehatan, keluarga, kelelahan, dan motivasi pribadi dapat mempengaruhi keputusan mereka untuk pensiun dini. Keputusan ini, meskipun mengejutkan bagi banyak penggemar, menunjukkan sisi manusiawi dari para atlet yang sering kali harus membuat pilihan sulit untuk masa depan mereka.