Film bertema penjara kerap kali mengeksplorasi kehidupan keras di balik jeruji besi. Beberapa judul ikonik yakni “The Green Mile” (1999) yang dibintangi oleh Tom Hanks dan Michael Clarke Duncan.
Sentuhan supranatural dalam kisah penjara
Bagi kita yang ragu menonton film ini karena takut akan konten kekerasan yang brutal, “The Green Mile” yang disutradarai oleh Frank Darabont, sebenarnya tidak terlalu mengeksplorasi kekerasan dalam penjara seperti yang kita bayangkan.
Film ini justru menyisipkan elemen supranatural yang menciptakan cerita tragis dan menyentuh hati.
Kisahnya berpusat pada Paul Edgecomb, kepala penjaga penjara di bangsal hukuman mati. Suatu hari, seorang tahanan baru bernama John Coffey masuk dalam pengawasannya setelah dihukum mati karena tuduhan membunuh dua anak gadis.
Meski berpenampilan menakutkan dan berbadan besar, Paul merasakan bahwa John bukanlah orang yang berbahaya. Pandangan Paul berubah ketika ia menyadari anugerah luar biasa yang dimiliki oleh John Coffey.
Koleksi sentimental dan tragis dari Stephen King
“The Green Mile” diadaptasi dari novel karya Stephen King, yang dikenal suka menulis cerita dengan materi drama melankolis dan tragedi.
Selama hampir 3 jam, film ini fokus pada kehidupan Paul sebagai protagonis, kisah John Coffey, dan kehidupan para tahanan yang divonis hukuman mati.
Meskipun kita mungkin berpikir bahwa bangsal ini akan dipenuhi dengan pembunuh sadis, ternyata bangsal tersebut lebih tenang daripada bagian penjara lainnya. Disebut ‘green mile’ karena lantai menuju ruang eksekusi mati dicat dengan warna hijau.
Meski minim adegan dramatis atau kekerasan, bukan berarti film ini bebas dari adegan mengerikan.
Beberapa adegan ikonik yang menjadi mimpi buruk dalam sejarah perfilman Hollywood hadir dalam film ini, tetapi adegan tersebut memiliki makna mendalam dan tidak sekadar menampilkan kekerasan.
Memanusiakan tahanan dengan latar belakang kisah yang menarik
Drama atau konflik dalam bangsal yang dikepalai oleh Paul tidak terlalu intens karena Paul adalah petugas yang menjalankan tugas dengan baik.
Ia tegas namun adil. Meski ada petugas lain yang sering membuat masalah, keberadaan Paul membuat keadaan cepat teratasi.
Setiap tahanan dalam film ini memiliki kisahnya masing-masing yang menarik. Kita akan merasa menyesal setelah mengetahui kisah mereka, karena kita jadi kasihan mengetahui bahwa semuanya sudah divonis hukuman mati.
Selain itu, baik di pihak petugas penjaga bangsal maupun tahanan, masing-masing memiliki karakter antagonis.
Pada akhirnya, kita melihat bahwa ada orang jahat di mana-mana, yang membedakan hanya posisi mereka – satu di dalam penjara dan satu di luar.
Setelah memahami keseluruhan cerita dan karakter masing-masing, kita tidak lagi melihat siapa yang tahanan dan siapa yang penjaga. Kita akan menilai setiap karakter berdasarkan sifat dan tindakan mereka.
Durasi panjang, namun layak ditonton sampai akhir
Film ini memiliki durasi yang cukup panjang dan alurnya lambat, menuntut kesabaran kita.
Film ini minim aksi dan adegan monumental, tetapi tampaknya ada maksud untuk membuat kita mengenal setiap karakter dan memahami misteri yang harus diungkap dari keseluruhan cerita.
Dampak emosional yang besar baru bisa kita rasakan setelah mengetahui keseluruhan cerita.
Patah hati adalah emosi yang akan kita rasakan setelah menonton “The Green Mile”. Beberapa dari kita mungkin tidak sanggup menonton film ini untuk kedua kalinya (selain karena durasinya panjang) karena film ini adalah film tragedi.
“The Green Mile” merupakan film klasik yang mungkin terkesan menakutkan untuk ditonton karena durasinya panjang dan ekspektasi cerita yang suram.
Meski ratingnya tidak setinggi beberapa film klasik ikonik lainnya, “The Green Mile” patut ditonton jika kita mencari film tragedi yang menyentuh hati.