Olahraga lempar lembing memiliki sejarah panjang yang bermula sejak zaman prasejarah, di mana lembing digunakan sebagai alat berburu dan bertahan hidup. Pada masa itu, lembing adalah sebuah tongkat tajam yang digunakan untuk menjatuhkan hewan buruan dari jarak jauh.
Dalam peradaban Yunani Kuno, lempar lembing menjadi bagian dari Pentathlon, sebuah kompetisi olahraga yang terdiri dari lima disiplin. Olimpiade Kuno, yang dimulai sekitar tahun 708 SM, mencakup lempar lembing sebagai salah satu acaranya. Lembing pada masa itu terbuat dari kayu dan dilengkapi dengan tali (ankyle) yang melilit sekitar lembing untuk membantu atlet dalam melempar lebih jauh dan lebih akurat.
Memasuki awal abad ke-19, lempar lembing mulai diadopsi sebagai olahraga kompetitif di Eropa, terutama di Skandinavia, yang menjadi pusat perkembangan teknik dan aturan lempar lembing modern. Kompetisi lempar lembing pertama yang tercatat berlangsung di wilayah ini, dan Skandinavia terus mendominasi olahraga ini selama bertahun-tahun.
Pada Olimpiade modern, lempar lembing pertama kali dipertandingkan pada tahun 1908 di London untuk kategori pria, dan pada tahun 1932 di Los Angeles untuk kategori wanita. Lembing yang digunakan dalam kompetisi modern dibuat dari berbagai bahan seperti logam dan serat karbon, dengan desain yang dioptimalkan untuk jarak lemparan maksimal.
Peraturan lempar lembing telah berkembang seiring waktu. Aturan modern mensyaratkan bahwa lembing harus dilempar dari dalam area yang ditentukan, dan lemparan yang sah harus mendarat dengan ujung lembing terlebih dahulu. Panjang dan berat lembing juga telah distandarisasi, dengan lembing pria biasanya lebih panjang dan berat daripada lembing wanita.
Lempar lembing terus berkembang sebagai salah satu cabang atletik yang menantang, menuntut kekuatan, kecepatan, dan teknik yang baik dari para atlet. Seiring dengan perkembangan teknologi dan pelatihan, rekor dunia lempar lembing terus meningkat, menjadikan olahraga ini semakin menarik untuk diikuti.
Di Indonesia
Pada tahun 1960-an dan 1970-an, perhatian terhadap lempar lembing mulai meningkat seiring dengan upaya Indonesia untuk berpartisipasi lebih aktif dalam kompetisi internasional. Berbagai kejuaraan nasional dan regional mulai digelar, memberikan kesempatan kepada atlet-atlet lempar lembing untuk menunjukkan kemampuan mereka. Pemerintah dan Komite Olahraga Nasional Indonesia (KONI) juga mulai memberikan dukungan lebih besar dalam bentuk pelatihan dan fasilitas.
Pada era 1980-an dan 1990-an, beberapa atlet Indonesia mulai meraih prestasi di kancah internasional. Atlet-atlet ini tidak hanya berkompetisi di tingkat Asia Tenggara tetapi juga di ajang Asia dan dunia. Keberhasilan ini memicu minat yang lebih besar terhadap olahraga lempar lembing di kalangan generasi muda.
Indonesia memiliki beberapa atlet lempar lembing yang telah mencatatkan prestasi baik di tingkat nasional maupun internasional. Beberapa di antaranya adalah:
- Londa
Maria Natalia Londa, meskipun lebih dikenal sebagai atlet lompat jauh dan lompat jangkit, juga memiliki prestasi di lempar lembing. Ia adalah salah satu atlet multitalenta Indonesia yang sering berkompetisi dalam beberapa cabang atletik.
- Dedeh Erawati
Dedeh Erawati adalah seorang atlet wanita yang dikenal dalam cabang atletik. Meskipun Dedeh lebih terkenal dalam lari gawang, ia juga berkompetisi dalam lempar lembing di beberapa ajang nasional.
- Rosmawati
Rosmawati adalah atlet lempar lembing yang pernah meraih medali perunggu pada ajang SEA Games 2017 di Kuala Lumpur. Prestasi ini menandai pencapaian penting dalam karirnya sebagai atlet lempar lembing.
- Iswandi
Iswandi adalah atlet putra yang dikenal dalam cabang atletik, termasuk lempar lembing. Dia telah berkompetisi di berbagai kejuaraan nasional dan regional, menunjukkan kemampuan dan dedikasinya dalam olahraga ini.
- Eki Febri Ekawati
Eki Febri Ekawati adalah atlet yang dikenal dalam cabang tolak peluru, namun dia juga menunjukkan kemampuan dalam lempar lembing. Dia sering berkompetisi dalam berbagai kejuaraan nasional dan mendapatkan penghargaan atas prestasinya.