in

Muhammad Ali Vs Koe Frazier

Sabuk legenda tinju Muhammad Ali laku Rp92,6 Miliar. Foto: HA.com

Pertandingan tinju telah lama menjadi pusat perhatian jutaan orang di seluruh dunia, menarik penonton dengan dramanya yang menegangkan dan pertarungan fisik yang intens. Salah satu pertandingan tinju yang paling diminati sepanjang masa adalah pertarungan antara Muhammad Ali dan Joe Frazier, yang dikenal sebagai “The Fight of the Century.”

Pertarungan ini berlangsung pada 8 Maret 1971 di Madison Square Garden, New York, dan menjadi ikon dalam sejarah tinju bukan hanya karena kehebatan teknis kedua petinju tetapi juga karena latar belakang sosial dan politik yang melingkupinya. Muhammad Ali, yang dikenal dengan kepribadiannya yang flamboyan dan gaya bertarung yang unik, telah kembali ke ring setelah diskors selama hampir empat tahun karena menolak wajib militer.

Di sisi lain, Joe Frazier, seorang petinju yang tangguh dan tanpa kompromi, telah merebut gelar juara dunia kelas berat saat Ali absen. Pertandingan ini tidak hanya soal perebutan gelar juara dunia tetapi juga pertarungan dua kepribadian yang sangat berbeda, yang masing-masing memiliki pengikut setia. Ali, dengan kecerdasannya yang tajam dan keberaniannya yang luar biasa, melambangkan perlawanan terhadap ketidakadilan sosial, sementara Frazier, dengan etos kerjanya yang keras dan tekad yang kuat, mewakili stabilitas dan kerja keras yang gigih.

Pertarungan itu sendiri berlangsung sangat intens dan seimbang sepanjang 15 ronde. Ali memulai dengan kecepatan dan kelincahan yang luar biasa, menggunakan jab-jab cepatnya untuk menjaga jarak dan mengendalikan ritme pertarungan. Namun, Frazier, dengan gayanya yang agresif, terus menekan dan mendesak Ali dengan hook-hook kiri yang kuat.

Pertarungan mencapai puncaknya di ronde ke-15 ketika Frazier berhasil mendaratkan hook kiri yang keras, menjatuhkan Ali ke kanvas. Meski begitu, Ali dengan semangat juangnya yang tak kenal menyerah, berhasil bangkit dan menyelesaikan pertandingan. Akhirnya, Frazier dinyatakan sebagai pemenang dengan keputusan bulat dari juri. Kemenangan Frazier tidak hanya meneguhkan posisinya sebagai juara dunia kelas berat tetapi juga menambah lapisan baru dalam rivalitas epik antara dua petinju legendaris ini.

Dampak dari “The Fight of the Century” sangat luas dan mendalam. Pertarungan ini disaksikan oleh jutaan orang di seluruh dunia, baik secara langsung di Madison Square Garden maupun melalui siaran televisi dan radio. Ali dan Frazier menjadi simbol perbedaan pandangan politik dan sosial saat itu, dengan Ali yang menentang perang Vietnam dan menjadi ikon gerakan hak-hak sipil, sementara Frazier dianggap sebagai simbol ketabahan dan kerja keras. Pertarungan ini tidak hanya menarik perhatian para penggemar tinju tetapi juga menjadi topik pembicaraan utama di berbagai media, dari surat kabar hingga program televisi.

Pertandingan ini menjadi pembuka dari trilogi epik antara kedua petinju, dengan dua pertandingan lanjutan yang juga sangat dinanti dan dikenang, yaitu “Super Fight II” pada 1974 dan “Thrilla in Manila” pada 1975. Namun, “The Fight of the Century” tetap menjadi yang paling ikonik karena menjadi awal dari rivalitas legendaris mereka.

Pertandingan ini bukan hanya tentang siapa yang lebih kuat atau lebih cepat, tetapi juga tentang dua manusia yang mewakili nilai-nilai yang berbeda, bertarung untuk kehormatan dan kebanggaan mereka. Bagi banyak orang, pertarungan ini adalah puncak dari seni tinju, di mana keterampilan, strategi, dan keberanian bertemu dalam satu momen yang tak terlupakan. Hingga hari ini, “The Fight of the Century” tetap menjadi salah satu pertandingan tinju yang paling dihormati dan dipuja, meninggalkan warisan abadi dalam sejarah olahraga.