Menurut Organisasi Kesehatan Dunia (WHO), resistensi antibiotik (juga dikenal sebagai AMR) saat ini merupakan penyebab kematian paling umum di dunia, lebih besar dari malaria atau HIV/AIDS.
Misalnya, kasus AMR menyebabkan 1,3 juta kematian di seluruh dunia pada 2019. Tidak mengherankan jika ada beberapa orang yang menyebut periode ini sebagai era pasca-antibiotik.
Profesor bakteriologi Alexander Fleming di St. Mary’s Hospital London menemukan antibiotik sebagai obat yang efektif untuk mengobati infeksi yang disebabkan oleh bakteri pada 85 tahun silam. Ini adalah salah satu penemuan medis terpenting dalam seratus tahun terakhir.
Namun, penggunaan antibiotik yang berlebihan di bidang medis dan industri, bersama dengan penggunaan yang tidak sesuai regulasi, mempercepat perkembangan resistensi bakteri.
Bakteriofag virus yang menginfeksi bakteri
biasanya menginfeksi sistem tubuh manusia, menyebabkan penyakit seperti virus corona yang menyebabkan COVID-19. Virus ini menyerang sistem pernapasan.
Namun, jenis virus ini unik.
Secara harfiah, “bakteriofag” berarti “pemakan bakteri”, dan bakteriofag adalah jenis virus yang secara khusus menginfeksi bakteri dalam tubuh manusia dan lingkungannya. Istilah “bakteriofag” juga digunakan untuk menggambarkan “fag” atau “bakteriofag”.
Secara alami, ada bakteriofag dengan 1031 macam jenis di dalam tubuh manusia dan lingkungannya.
Pada tahun 1917, dua ilmuwan Prancis, Frederik Twort dan Felix d’Herelle, menemukan virus bakteri dan sebuah entitas yang mirip dengan virus memiliki kemampuan untuk menghentikan pertumbuhan bakteri. Bakteriofag, seperti antibiotik, dapat dengan mudah diproduksi di luar tubuh manusia.
Meski termasuk dalam kelompok virus, bakteriofag hanya dapat menginfeksi bakteri dan tidak dapat menginfeksi manusia, sehingga pengobatan penyakit infeksi pada manusia aman.
Bakteriofag dapat membunuh bakteri target secara efektif. Menurut siklus hidupnya, bakteriofag, seperti virus lainnya, terbagi menjadi dua jenis: bakteriofag litik menghancurkan sel bakteri dan memperbanyak diri; bakteriofag lisogenik “membajak” sistem metabolisme bakteri dan mengintegrasikan materi genomnya.
Untuk terapi, bakteriofag litik digunakan. Oleh karena itu, bakteriofag sangat efektif dalam menghentikan infeksi bakteri patogen seperti disentri, infeksi saluran kemih, infeksi saluran pernafasan, dan infeksi bakteri secara luas.
Bakteriofag juga telah digunakan untuk mengobati penyakit infeksi bakteri pada pasien yang memiliki sistem kekebalan lemah. Pasien dengan penyakit cystic fibrosis, penyakit keturunan yang menyebabkan lendir dalam tubuh menjadi lengket, adalah contoh pasien yang menderita penyakit ini melalui penggunaan bakteriofag.
Bakteriofag memiliki karakteristik antibakteri yang sama dengan antibiotik, tetapi secara ilmiah dianggap lebih “menguntungkan” daripada antibiotik.
Pertama, bakteriofag sangat spesifik, hanya dapat menginfeksi bakteri dari beberapa strain dalam spesies yang sama. Ini berbeda dengan antibiotik, yang dapat menargetkan banyak bakteri, termasuk bakteri yang baik untuk tubuh.
Kondisi ini dapat memiliki “efek samping” seperti ketidakseimbangan mikrobioma tubuh, yang dapat menyebabkan masalah kesehatan lainnya.
Bakteriofag biasanya dibuat dalam bentuk koktail, yang berarti beberapa jenis bakteriofag digabungkan untuk menarget berbagai galur atau spesies bakteri untuk terapi dengan beberapa jenis bakteri.
Kedua, bakteriofag adalah organisme biologi yang kompleks, tidak seperti antibiotik, yang merupakan senyawa kimia murni. Dia juga tumbuh bersama inangnya, bakteri. Jumlah bakteriofag yang dibutuhkan untuk “menghilangkan” bakteri dari situs infeksi sebanding dengan jumlah bakteri yang hidup.
Kemajuan dalam pengobatan bakteriofag secara global
Banyak negara Barat sekarang menggunakan bakteriofag sebagai pengobatan untuk infeksi bakteri patogen yang resisten.
Eliava Institute of Bacteriophage and the Institute of Immunology and Experimental Therapy di Wroclaw, Polandia, adalah antara lembaga terkemuka di dunia yang menggunakan bakteriofag untuk menyembuhkan penyakit infeksi.
Bakteriofag digunakan sebagai “terapi alternatif” di Prancis dan Belgia ketika terapi antibiotik tidak berhasil digunakan.
Bakteriofag kadang-kadang dapat menyembuhkan penyakit infeksi bakteri yang sangat resisten dan berbahaya.
Seorang pasien dengan Cystic Fibrosis di Inggris baru-baru ini mengalami infeksi Mycobacterium abscessus yang resisten terhadap antibiotik. Terapi bakteriofag menyebabkan infeksi hilang dan kondisi kesehatan pasien secara bertahap membaik.
Dalam penggunaan, terapi bakteriofag dapat digunakan secara mandiri atau bersama antibiotik. Studi juga menunjukkan bahwa penggabungan bakteriofag dan antibiotik meningkatkan angka kesembuhan.
Terapi bakteriofag banyak diuji klinis di negara-negara Barat. Teknologi ini masih kurang dikenal di Indonesia. Untuk menangani resistensi antibiotik di Indonesia, ilmuwan dan praktisi klinis membutuhkan inovasi baru selain antibiotik.
Untuk mengembangkan inovasi ini, praktisi kesehatan dan ilmuwan terapi bakteriofag harus bekerja sama. Ini penting untuk mulai memperkenalkan terapi bakteriofag sebagai teknologi alternatif kepada pasien yang membutuhkannya.