Awalnya, saya sering melihat cuplikan film “Good Will Hunting” muncul di beranda media sosial.
Film ini sebenarnya sudah cukup lawas, dirilis pada tahun 1997 dan ditulis serta dibintangi oleh Ben Affleck dan Matt Damon.
Karena rasa penasaran dan keinginan untuk mencoba hal baru, saya akhirnya memutuskan untuk menonton film ini.
Kesan Pertama yang Biasa Saja
Pada awalnya, kesan pertama saya terhadap film ini biasa saja. Ceritanya berjalan perlahan, memperkenalkan karakter utamanya secara bertahap.
Premisnya sederhana: seorang anak muda yatim piatu yang sering membuat masalah, namun sebenarnya adalah seorang jenius matematika.
Untuk menghindari hukuman penjara, ia harus menjalani sesi terapi dengan seorang psikolog, setelah dijamin oleh seorang profesor matematika.
Menyentuh Tanpa Spoiler
Saya tidak akan memberikan spoiler, namun ingin berbagi kesan setelah menonton film ini. “Good Will Hunting” sangat berkesan karena menggambarkan betapa sulitnya menghadapi trauma masa lalu.
Krisis kepercayaan terhadap orang lain nyata adanya. Setelah terlalu lama sendiri, rasa kasih sayang dan bantuan dari orang lain bisa terasa seperti hinaan dan cacian.
Trauma Masa Lalu yang Berat
Film ini memperlihatkan bahwa trauma masa lalu sungguh berat untuk dihadapi. Menonton “Good Will Hunting” terasa seperti melihat cerminan diri. Kadang kita menolak apa yang baik untuk kita, tanpa sadar bahwa trauma masa lalu mempengaruhi tindakan kita.
Perlahan Membuka Diri
Seperti lapisan bawang, karakter utama perlahan membuka diri kepada konselor psikolognya. Momen konsultasi dengan psikolog inilah yang paling berkesan. Perlahan, masalah-masalah yang membebani Will mulai terungkap.
Will hanyalah seorang remaja jenius yang belum memahami dunia dengan baik. Sudut pandangnya terbatas pada apa yang ada di buku, bukan dari pengalamannya sendiri. Definisi makna hidupnya berasal dari buku, bukan dari pemikirannya sendiri.
Dunia Nyata vs Buku
Dunia nyata sangat berbeda dari buku. Buku ditulis dari sudut pandang penulis, sementara Will hanya mengikutinya tanpa mampu menentukan apa yang baik untuk dirinya.
Secara perlahan, psikolog yang diperankan oleh Robin Williams mulai memahami apa yang Will rasakan dan hadapi. Will merasa bersalah pada dirinya sendiri dan menyalahkan segala sesuatu yang terjadi padanya.
Kata-Kata yang Mengena
Ada satu kata dari sang psikolog yang sangat mengena, yaitu “It’s not your fault” atau “Itu bukan salahmu”.
Kata-kata ini menyadarkan Will bahwa ia tidak bersalah atas segala hal yang terjadi. Ia merasa bersalah dan melampiaskan amarahnya pada dunia dan orang-orang yang ia kasihi.
Hikmah dari Film
Banyak hikmah yang bisa diambil dari film ini. Kita sebagai manusia seringkali menarik kesimpulan dan menyalahkan diri sendiri atas segala sesuatu. Padahal, tidak semua masalah berasal dari diri kita.
Hidup memang penuh lika-liku, dan kita sering bertanya mengapa masalah selalu datang pada kita. Saya memahami peliknya kehidupan dan selalu berusaha sebaik mungkin.
Namun, jangan terlalu membawa rasa khawatir, resah, dan takut dalam hidup karena itu hanya akan memberatkan langkah kita. Jadikan rasa takut dan khawatir sebagai pengingat, bukan sebagai beban.