Anne with an E adalah adaptasi dari novel klasik tahun 1908, Anne of Green Gables, yang ditulis oleh Lucy Maud Montgomery.
Berlatar akhir abad ke-19, serial ini mengisahkan kehidupan seorang gadis yatim piatu berambut merah bernama Anne Shirley.
Di usia 11 tahun, Anne diadopsi oleh keluarga Cuthbert yang awalnya berniat mengadopsi seorang anak laki-laki untuk membantu mereka mengurus ladang Green Gables.
Namun, karena sebuah kekeliruan, Anne akhirnya tinggal bersama keluarga Cuthbert dan membawa perubahan besar dalam hidup mereka.
Selain bercerita tentang kehidupan sehari-hari Anne di Green Gables, serial ini juga mengangkat isu-isu sosial penting dari akhir abad ke-19 yang masih relevan hingga saat ini.
Kesetaraan dalam pernikahan
Salah satu tema menonjol dalam Anne with an E adalah pandangan Anne tentang kesetaraan dalam pernikahan.
Dalam salah satu episode, Anne mengungkapkan pandangannya bahwa pernikahan seharusnya tidak membuat perempuan kehilangan hak-haknya atau menjadi sekadar properti.
Menurutnya, pernikahan idealnya adalah sebuah kemitraan di mana kedua belah pihak saling menghargai dan mendukung ambisi masing-masing.
Pada masa itu, banyak perempuan dianggap sebagai mahar yang dipertukarkan, namun Anne berpendapat bahwa perempuan juga memiliki hak untuk memilih dan mengejar mimpi mereka sendiri.
Dampak sosial dan kebebasan berpendapat
Di episode lain, Anne with an E mengangkat isu tentang korban yang mengalami perlakuan tidak adil. Salah satu teman Anne mengalami masalah yang serius dan bukannya mendapatkan dukungan, malah dihakimi dan dipaksa untuk menikah.
Anne merasa sangat marah dan menulis opini tentang keadilan gender di koran sekolah. Tulisan Anne memicu reaksi besar di masyarakat, tetapi juga membuatnya menghadapi pembatasan dari pihak berwenang yang mencoba membungkam suaranya.
Meski demikian, Anne dan teman-temannya tetap berjuang untuk hak berbicara mereka, meskipun mengalami berbagai tantangan.
Kisah kaum minoritas
Anne with an E juga memperkenalkan karakter-karakter dari kelompok minoritas, menambah dimensi baru dalam cerita.
Misalnya, Bash, seorang pria kulit hitam, muncul sebagai karakter penting yang berinteraksi dengan Gilbert di kapal batu bara. Serial ini menggambarkan dengan realistis pengalaman diskriminasi yang dialami oleh warga pada masa itu.
Selain itu, Cole, seorang siswa pendiam, dan hubungan cinta antara Bibi Josephine dan Gertrude, menunjukkan keragaman dan dukungan emosional yang penting bagi karakter-karakter tersebut.
Dalam musim ketiga, karakter Ka’kwet, seorang penduduk suku asli, diperkenalkan. Kehadiran Ka’kwet dan teman-teman sukunya menyoroti perlakuan tidak adil yang mereka alami dari pemerintah dan masyarakat.
Ka’kwet dan anak-anak suku lainnya dipaksa menjalani pendidikan yang keras dan dipisahkan dari komunitas mereka. Sayangnya, nasib mereka tetap penuh tantangan dan belum ada solusi yang jelas.
Anne with an E adalah serial yang menggugah pemikiran dengan penggambaran yang mendalam mengenai berbagai isu sosial.
Meskipun serial ini diakhiri lebih awal dari yang diharapkan, meninggalkan beberapa cerita yang menggantung, Anne with an E tetap menjadi tontonan yang sangat berharga.
Serial ini tidak hanya memperkenalkan kembali karakter klasik, tetapi juga menyoroti masalah-masalah yang masih relevan hingga saat ini, menjadikannya sebagai salah satu karya yang patut dicontoh dalam mengangkat isu sosial melalui media hiburan.