Kerajaan Ravka terbagi menjadi dua wilayah, Timur dan Barat, yang dipisahkan oleh tembok gelap bernama The Fold.
Tembok ini, yang diciptakan dari sihir hitam, penuh dengan makhluk buas dan monster yang menghancurkan segala yang berada di sekitarnya.
Salah satu korban dari kegelapan The Fold adalah orang tua Alina Starkov, tokoh utama dalam kisah ini.
Saat Alina tumbuh dewasa, dia direkrut menjadi tentara kerajaan dan dihadapkan kembali pada The Fold dalam sebuah misi penting.
Misi ini menjadi awal perjalanan epik Alina Starkov, seorang legenda yang dikenal sebagai The Sun Summoner.
Sosok yang dipercaya bisa menghancurkan The Fold dan menyelamatkan seluruh Kerajaan Ravka dari ancaman kegelapan.
Shadow and Bone: Serial Fantasi Terbaru Netflix
“Shadow and Bone” adalah serial yang diadaptasi dari novel populer karya Leigh Bardugo. Dibintangi oleh Jessie Mei Li, Ben Barnes, Freddy Carter, dan Archie Renaux, serial ini membawa penonton ke dalam dunia fantasi yang dipenuhi oleh intrik dan sihir.
Netflix sekali lagi mencoba menawarkan kisah dengan latar yang megah dan ambisius. Namun, apakah serial ini berhasil memenuhi ekspektasi tersebut?
Dunia Fantasi dengan Latar Militer dan Sihir
Dalam “Shadow and Bone,” kita diajak memasuki dunia baru yang menggabungkan elemen militer dan sihir. Kisahnya berpusat pada Alina Starkov, seorang kartografer yang kemudian diketahui memiliki kemampuan sihir sebagai Grisha.
Grisha adalah kelompok dengan kemampuan sihir yang terbagi dalam beberapa jenis, seperti Heartrender, Healer, Squaller, dan Inferni.
Alina adalah seorang Sun Summoner, jenis Grisha yang sangat langka dan kuat. Dia tidak sendirian, ada juga Jenderal Kirigan yang memiliki kekuatan sebagai Shadow Summoner.
Selain itu, dunia ini juga diperkaya dengan isu rasial yang memicu konflik di antara penduduknya, seperti diskriminasi terhadap kaum Shu, yang secara tidak langsung menggambarkan keragaman budaya di Ravka.
Pengembangan Plot yang Terlalu Cepat
Dalam hal pengembangan cerita, “Shadow and Bone” memiliki plot yang bergerak sangat cepat, terutama dalam tiga episode pertama.
Kisah romantis antara Alina dan Malyen Oretsev menjadi fokus utama, sementara plot tentang Alina yang berusaha melatih kemampuannya di Little Palace terasa seperti latar belakang saja.
Hanya dalam empat episode, plot twist muncul, mengubah arah cerita secara drastis. Kecepatan ini membuat penonton mungkin merasa terburu-buru untuk memahami setiap elemen dalam dunia “Shadow and Bone”.
Meski begitu, akhir dari musim pertama berhasil memberikan penutupan yang memadai, tanpa meninggalkan terlalu banyak pertanyaan yang menggantung.
Namun, karakter Alina Starkov sebagai protagonis masih terasa kurang digali. Latar belakangnya sebagai setengah-Shu dan hubungan dengan kekuatan besar yang dimilikinya belum sepenuhnya dijelaskan.
Banyak pertanyaan penting tentang dirinya yang belum terjawab, membuat karakternya belum mencapai status ‘ikonik’ seperti tokoh-tokoh wanita lainnya dalam genre fantasi.
Adegan Aksi dan Penggunaan Sihir yang Kurang Memuaskan
Dengan latar belakang militer dan sihir, “Shadow and Bone” diharapkan menyuguhkan adegan aksi yang epik.
Dalam hal visual, CGI yang digunakan untuk menggambarkan elemen sihir seperti api, angin, dan cahaya cukup memukau.
Namun, penerapannya dalam adegan aksi masih terasa kurang berkesan dan tidak memiliki momen yang monumental.
Meskipun begitu, “Shadow and Bone” masih memiliki potensi untuk berkembang di musim-musim selanjutnya.
Netflix mungkin perlu mempertimbangkan untuk menambah jumlah episode agar cerita dapat disampaikan dengan lebih mendalam dan detail, memberi ruang bagi penonton untuk lebih terhubung dengan dunia dan karakternya.