Jika kamu sedang mencari tontonan yang santai dan menghibur, Everything Sucks bisa jadi pilihan yang tepat.
Tidak seperti Stranger Things yang bergenre sci-fi atau 13 Reasons Why dengan tema yang berat, Everything Sucks menyajikan kisah drama komedi yang ringan dan menarik.
Serial ini merupakan karya dari Ben York Jones dan Michael Mohan, yang dirilis pada 16 Februari 2018.
Cerita ringan dengan latar tahun 1996
Everything Sucks mengisahkan berbagai masalah remaja dengan latar waktu tahun 1996.
Cerita dimulai dengan Luke O’Neil (diperankan oleh Jahi Winston) dan dua sahabatnya, McQuaid (Rio Mangini) dan Tyler Bowen (Quinn Liebling), yang baru saja memasuki jenjang pendidikan SMA.
Mereka optimis bahwa masa SMA akan penuh dengan kesenangan. Namun, ternyata masa remaja tidak selalu seindah yang mereka bayangkan.
Mengajak penonton bernostalgia
Serial ini mengambil latar di sebuah kota kecil bernama Boring, Oregon, yang membuat suasana tahun 90-an terasa sangat kuat. Penggunaan properti dan suasana yang khas dari era tersebut bisa membawa penonton bernostalgia.
Dalam cerita, Luke dan kedua sahabatnya memutuskan untuk bergabung dengan klub ekstrakurikuler A/V (Audio-Visual). Di hari pertama, Luke langsung terpikat dengan seorang gadis bernama Kate Messner (Peyton Kennedy), seorang juru kamera di klub A/V tersebut.
Kate ternyata adalah kakak kelas Luke dan juga putri kepala sekolah Boring, Ken Messner.
Karakter Kate digambarkan sebagai gadis pendiam dan penyendiri, sementara Luke adalah anak yang percaya diri dan optimis.
Luke pun mencoba mendekati Kate dengan berbagai cara, seperti membantu membersihkan kamera dan memberi hadiah album musik favoritnya. Namun, kisah cinta Luke dengan Kate tidak selalu berjalan mulus.
Serial bagus dengan penonton yang terbatas
Sayangnya, meski memiliki cerita yang menarik, Everything Sucks tidak berhasil mendapatkan banyak penonton.
Setelah dua bulan tayang, pada 6 April 2018, Netflix memutuskan untuk tidak melanjutkan serial ini.
Alasan yang diberikan adalah jumlah penonton yang sedikit tidak sebanding dengan biaya produksi yang dikeluarkan. Padahal, Everything Sucks memiliki kualitas yang tidak kalah dengan serial populer lainnya.
Keputusan ini tentu disayangkan, mengingat Everything Sucks menampilkan banyak aktor dan aktris pendatang baru yang berbakat.
Sinematografi serial ini juga unik, dengan beberapa adegan yang diambil dengan gaya zoom-in dan zoom-out yang khas era 90-an.
Pesan positif untuk penonton
Meskipun tidak dilanjutkan, Everything Sucks tetap menyampaikan banyak pesan positif kepada penontonnya, terutama para remaja.
Alur cerita yang rapi dan karakter-karakter yang relatable mengajarkan kita tentang berbagai tantangan yang dihadapi saat masa remaja.
Serial ini menunjukkan bahwa meski masa-masa remaja penuh dengan perubahan dan tantangan, tetap ada banyak hal positif yang bisa dipelajari.
Bagi kamu yang mencari tontonan ringan namun penuh makna, Everything Sucks adalah pilihan yang tepat. Dengan durasi yang tidak terlalu panjang di setiap episodenya, serial ini cocok untuk ditonton saat ingin menghabiskan waktu santai.
Meskipun ceritanya sederhana, pesan yang disampaikan cukup mendalam dan bisa membuat kita mengenang masa-masa remaja yang penuh warna.