in

Review “My Sassy Girl” Versi Indonesia, Nostalgia dengan Sentuhan Lokal

My Sassy Girl

Film My Sassy Girl adalah sebuah karya yang telah mengukir sejarah dalam dunia perfilman Korea Selatan. 

Rilis pada tahun 2001, film ini berhasil menarik perhatian banyak penonton dengan cerita yang menghibur dan karakter yang unik. 

Meskipun beberapa elemen dari film ini mungkin terasa ketinggalan zaman, dampak yang ditinggalkannya sangat besar. 

Kini, film ini telah di-remake oleh sutradara Fajar Bustomi, dan mari kita lihat bagaimana versi Indonesia ini membandingkan dengan aslinya.

Kesetiaan pada cerita asli

Remake ini mengikuti alur cerita yang serupa dengan versi Korea-nya. Ceritanya berpusat pada Gian (Jefri Nichol) dan Sisi (Tiara Andini), yang menjalani hubungan yang penuh warna. 

Gian yang tertarik dengan Sisi, seorang gadis dengan kepribadian kuat dan banyak kesulitan, menjalin hubungan yang penuh dinamika. 

Walaupun alur ceritanya mirip dengan aslinya, ada beberapa perubahan yang dilakukan untuk menyesuaikan dengan kultur lokal.

Misalnya, karakter ayah Sisi yang tidak lagi digambarkan sebagai seseorang dengan kebiasaan yang kurang baik, melainkan sebagai sosok yang lebih positif. 

Di sisi lain, ayah Gian, yang diperankan oleh Surya Saputra, mendapatkan lebih banyak momen komedik, menambah bumbu humor dalam cerita.

Modernisasi dan adaptasi

Salah satu tantangan terbesar dalam remake adalah bagaimana mengadaptasi cerita lama dengan elemen-elemen modern tanpa kehilangan esensinya. 

Dalam film ini, meskipun beberapa elemen telah diubah, seperti lokasi kencan yang menggantikan taman hiburan dengan TMII, usaha untuk mempertahankan keaslian cerita terlihat jelas. 

Namun, ada beberapa momen yang terasa dipaksakan, seperti insiden di TMII yang kurang berhasil menyampaikan perasaan yang sama dengan versi Korea.

Estetika visual dan musik

Salah satu kritik yang muncul terhadap versi ini adalah tentang pendekatan visualnya. Beberapa penonton merasa bahwa manipulasi warna dalam film ini terasa berlebihan. 

Namun, tata artistik yang dikerjakan oleh Eros Eflin dan tata busana oleh Quartini Sari memberikan tampilan yang menarik dan sesuai dengan target penonton yang menyukai drama Korea.

Meskipun ada beberapa kritik terhadap penggunaan musik pop yang mengurangi intensitas emosional, film ini masih menawarkan visual yang enak dipandang, meskipun mungkin tidak seefektif versi Korea dalam membangun atmosfer yang mendalam.

Akting dan chemistry

Dari segi akting, Jefri Nichol tampil baik dalam memadukan unsur komedi dan drama. Ia berhasil membuat karakter Gian terasa simpatik. 

Tiara Andini, meski berusaha keras untuk menggambarkan energi dari “sassy girl,” terkadang terkesan kurang alami. 

Meskipun demikian, kombinasi antara Jefri dan Tiara mampu menyampaikan humor dengan baik, yang masih membuat film ini menghibur.

My Sassy Girl versi Indonesia menawarkan usaha yang patut diapresiasi dalam mencoba menyesuaikan cerita klasik dengan selera lokal. 

Meskipun ada beberapa kekurangan, terutama dalam hal sensitivitas dan eksekusi momen-momen emosional, film ini tetap menawarkan hiburan yang segar. 

Bagi penggemar drama romantis dan mereka yang tertarik dengan adaptasi lokal dari film-film Korea populer, remake ini bisa menjadi pilihan yang menarik.