Pertarungan yang terjadi pada 19 Oktober 1974 adalah salah satu peristiwa paling ikonik dalam sejarah tinju.
Pada malam itu, Muhammad Ali, mantan juara dunia kelas berat yang sedang berusaha mengembalikan gelarnya, menghadapi lawan tangguh, George Foreman, dalam duel yang kemudian dikenal sebagai “Rumble in the Jungle.”
Pertarungan ini digelar di Kinshasa, Zaire (sekarang Republik Demokratik Kongo), dan telah dipromosikan secara besar-besaran oleh Don King, menjadikannya salah satu acara olahraga terbesar di dunia.
Rumble in the Jungle
Ali datang ke pertarungan tersebut sebagai underdog. Setelah kehilangan gelar kelas beratnya pada tahun 1967 akibat penolakannya untuk mengikuti wajib militer, Ali sempat absen dari dunia tinju selama hampir tiga tahun.
Meskipun telah kembali bertanding dan menunjukkan performa yang solid, banyak yang meragukan bahwa ia bisa menandingi Foreman, seorang petinju muda dengan pukulan keras dan tak terkalahkan pada saat itu.
Foreman, yang saat itu memegang gelar juara dunia kelas berat, dikenal dengan kekuatannya yang luar biasa, dan telah mengalahkan para petinju terkenal seperti Joe Frazier dan Ken Norton hanya dalam beberapa ronde.
Namun, Ali memiliki strategi yang tidak terduga, yang kemudian dikenal sebagai “rope-a-dope.” Ali menyadari bahwa bertukar pukulan dengan Foreman di tengah ring akan sangat berisiko. Ali memutuskan untuk menggunakan teknik bertahan dengan bersandar pada tali ring dan membiarkan Foreman menghabiskan energinya dengan melancarkan pukulan-pukulan yang kuat.
Sepanjang beberapa ronde awal, Foreman terus menyerang dengan pukulan keras, namun Ali mampu bertahan dengan menghindar, memblokir, dan terkadang melontarkan komentar yang provokatif kepada lawannya.
Strategi Rope-a-rope
Strategi “rope-a-dope” ini mengejutkan banyak orang, termasuk para pengamat yang mengira Ali akan kalah cepat oleh Foreman. Ali juga sesekali melancarkan pukulan-pukulan cepat untuk menjaga ritme pertarungan dan membuat Foreman tetap waspada. Setelah beberapa ronde, Foreman mulai terlihat kelelahan. Ali, yang tampak tenang dan mengendalikan situasi, mulai memanfaatkan kelemahan Foreman yang mulai melambat.
Puncaknya terjadi di ronde kedelapan. Setelah menahan serangan Foreman sepanjang pertarungan, Ali melihat celah dan melancarkan kombinasi pukulan yang cepat dan akurat. Dalam sekejap, Foreman jatuh ke kanvas, dan meskipun ia mencoba bangkit, wasit menghentikan pertarungan. Muhammad Ali dinyatakan sebagai pemenang melalui knockout teknis (TKO), sekaligus merebut kembali gelar juara dunia kelas berat yang sebelumnya hilang.
Kemenangan Ali dalam “Rumble in the Jungle” tidak hanya menjadi bukti kejeniusannya di ring tinju, tetapi juga menandai kebangkitannya sebagai legenda olahraga.
Ali tidak hanya mengalahkan seorang petinju yang lebih muda dan kuat, tetapi juga mengalahkan ekspektasi banyak orang, memperlihatkan kecerdasan, ketangguhan mental, dan strategi yang brilian.
Pertarungan ini kemudian menjadi salah satu momen terbesar dalam sejarah tinju, mengukuhkan Ali sebagai salah satu petinju terbesar sepanjang masa.