Muhammad Ali dan Mike Tyson adalah dua ikon terbesar dalam sejarah tinju dunia, dan bagi banyak penggemar olahraga, membayangkan keduanya bertarung adalah fantasi yang penuh spekulasi.
Kedua petinju ini datang dari era yang berbeda, namun masing-masing membawa ketangguhan dan gaya bertarung unik yang membuat mereka begitu legendaris. Ali dikenal dengan kecerdasannya di atas ring, kelincahan luar biasa, serta kemampuan verbal yang mengintimidasi lawannya bahkan sebelum mereka bertarung.
Sementara Tyson, dengan julukan “Iron Mike,” dikenal karena kekuatan pukulan yang menghancurkan, gaya bertarung agresif, dan dominasi fisik yang luar biasa di era 1980-an.
Pertemuan dalam Sebuah Wawancara
Dalam suatu wawancara legendaris, tahun 1989 Muhammad Ali ditanya sebuah pertanyaan yang sering kali menjadi topik perdebatan: siapa yang akan menang jika dirinya bertarung melawan Mike Tyson? Dengan gayanya yang penuh percaya diri dan kecerdasan yang selalu tampak dalam jawaban-jawabannya, Ali memberikan respons yang tidak hanya cerdas, tetapi juga menunjukkan seberapa besar respek yang dia miliki untuk Tyson.
Ali, yang sering disebut sebagai “The Greatest,” dikenal karena kemampuannya memprediksi hasil pertarungannya dengan penuh percaya diri. Dalam banyak kesempatan, ia menyatakan kapan dan bagaimana ia akan mengalahkan lawannya, dan sering kali ramalannya terbukti akurat. Namun, ketika berbicara tentang kemungkinan melawan Tyson, Ali mengambil pendekatan yang lebih rendah hati.
Jawaban yang Saling Menghormati
“Saya mungkin terlalu tua sekarang,” kata Ali sambil tersenyum, menyadari bahwa Tyson, yang lebih muda dan berada di puncak kariernya saat itu, bisa menjadi lawan yang sangat berbahaya. Namun, ia melanjutkan dengan penuh kebanggaan tentang kehebatan dirinya di masa jayanya. “Di masa saya, saya adalah yang terbaik. Tidak ada yang bisa menyentuh saya.”
Ketika wawancara berlanjut, Ali mengakui Tyson sebagai salah satu petinju terhebat sepanjang masa. “Mike Tyson adalah petarung yang luar biasa. Dia menghancurkan semua orang yang dihadapinya,” kata Ali. Tetapi, dalam gaya khas Ali, dia kemudian dengan sedikit humor menambahkan, “Namun, jika saya masih muda, saya akan mengalahkannya. Saya cepat, saya pintar, dan saya tahu cara bertahan dari pukulan besar.”
Ali kemudian menggarisbawahi salah satu kekuatannya yang paling terkenal kelincahan dan kemampuannya untuk menghindari pukulan besar. “Tyson itu kuat, dia seperti banteng, tetapi dia harus bisa menangkap saya dulu,” ujarnya, menyinggung gaya bertarungnya yang sering kali membuat lawan-lawannya frustrasi. Ali dikenal dengan teknik “float like a butterfly, sting like a bee,” di mana ia bisa bergerak ringan dan cepat seperti kupu-kupu di sekitar lawan, namun mampu memberikan pukulan yang mematikan seperti lebah.
Di sisi lain, Tyson, ketika ditanya tentang pertarungan imajiner tersebut, menunjukkan rasa hormat yang mendalam kepada Ali. Tyson sering menyebut Ali sebagai pahlawannya dan orang yang ia jadikan inspirasi sejak kecil. Tyson selalu menempatkan Ali di puncak sebagai petinju terhebat sepanjang masa, mengatakan bahwa dia tidak pernah akan bisa menandingi Ali di masa jayanya.
Meskipun kita tidak akan pernah melihat pertarungan epik antara dua legenda ini, perdebatan tentang siapa yang akan menang tetap menjadi topik favorit di kalangan penggemar tinju. Namun, satu hal yang pasti, baik Ali maupun Tyson, keduanya telah meninggalkan warisan yang tak terlupakan dan akan selalu dikenang sebagai dua petarung terbesar yang pernah ada.