in

Lydia de Vega, Sang Legenda Atletik Asia yang Menginspirasi

Lydia de Vega, seorang atlet kelahiran 26 Desember 1964, tidak hanya dikenal di negara asalnya, Filipina, tetapi juga di Indonesia. Pada masa kejayaannya, Lydia menjadi pesaing utama bagi pelari-pelari putri andalan Indonesia seperti Emma Tahapary dan Henny Maspaitella.

Selama lebih dari satu dekade, Lydia berhasil mengumpulkan 15 medali emas dari berbagai kejuaraan internasional, sembilan di antaranya diraih dari SEA Games.

Awal Karier dan Prestasi di SEA Games

Kiprah Lydia de Vega sebagai bintang Asia dimulai pada usia 17 tahun ketika ia meraih dua medali emas di nomor lari 200 meter dan 400 meter pada SEA Games ke XI di Manila tahun 1981. Prestasi ini sekaligus memecahkan rekor SEA Games sebelumnya.

Lydia kemudian melanjutkan dominasinya dengan menjuarai nomor lari 200 meter di SEA Games 1983, 1987, dan 1993. Tidak hanya itu, ia juga meraih emas di nomor lari 100 meter pada SEA Games 1987, 1991, dan 1993. Selain lari jarak pendek, Lydia juga pernah meraih medali emas di nomor lompat jauh pada SEA Games 1987.

Prestasi di Asian Games dan Kejuaraan Atletik Asia

Di Asian Games, Lydia de Vega berhasil meraih dua medali emas di nomor 100 meter pada tahun 1982 dan 1986. Selain itu, di Kejuaraan Atletik Asia, Lydia mengoleksi empat medali emas di nomor lari 100 meter dan 200 meter pada tahun 1983 dan 1987. Prestasi gemilang ini menjadikannya salah satu atlet paling berprestasi di Asia.

Penghargaan dan Pengakuan di Indonesia

Pesona Lydia de Vega di dunia olahraga membuatnya diundang dalam rangkaian acara HUT Tabloid BOLA ke-5, sebuah tabloid olahraga terkemuka di Indonesia pada masa itu. Dalam acara tersebut, Lydia bersama Menteri Pemuda dan Olahraga, Akbar Tanjung, didaulat untuk melepas Lomba Lari BOLA 10-K dan lari gembira pada 5 Maret 1989 di Jakarta.

Setelah melepas peserta lomba, Lydia dan Akbar Tanjung serta undangan lainnya ikut bergabung dalam lari gembira. Sehari sebelumnya, Lydia juga diberi kehormatan untuk menyerahkan piala kepada para juara turnamen tenis HUT tabloid tersebut.

Akhir Karier dan Kehidupan Setelah Pensiun

Lydia de Vega mengundurkan diri sebagai atlet profesional pada tahun 1994. Selama 16 tahun terakhir hidupnya, ia tinggal dan bekerja sebagai pelatih atletik di sebuah sekolah swasta di Singapura.

Lydia de Vega telah meninggalkan jejak yang tak terlupakan di dunia atletik Asia. Prestasinya yang gemilang dan dedikasinya yang tak kenal lelah menjadikannya inspirasi bagi banyak atlet muda di seluruh dunia. Warisannya akan terus dikenang sebagai simbol keberanian dan semangat juang yang tinggi dalam meraih impian. Lydia de Vega adalah contoh nyata bahwa dengan kerja keras dan tekad yang kuat, batasan apapun bisa dilampaui.