Kerajaan Gunung Sahilan merupakan puncak dari sistem sosial masyarakat adat Rantau Kampar Kiri, yang melahirkan lembaga politik bernama Kerajaan Gunung Sahilan. Secara geografis, wilayah bekas kerajaan ini terletak di Kabupaten Kampar, Provinsi Riau, dan topografinya hampir sama dengan wilayah Rantau Kampar Kiri saat ini.
Pembagian Wilayah dan Pemekaran Kecamatan
Dahulu, wilayah Kampar Kiri dikenal sebagai Kecamatan Kampar Kiri. Namun, seiring waktu, wilayah ini mengalami pemekaran menjadi lima kecamatan dalam Kabupaten Kampar, yaitu Kecamatan Kampar Kiri, Kampar Kiri Hulu, Kampar Kiri Hilir, Kampar Kiri Tengah, dan Kecamatan Gunung Sahilan. Luas wilayah bekas Kerajaan Gunung Sahilan sama dengan luas Kecamatan Kampar Kiri asal, yaitu 347.578 hektar.
Pembagian Wilayah Berdasarkan Hukum Adat
Menurut hukum adat Kerajaan Gunung Sahilan, wilayah ini terbagi menjadi tiga Rantau. Pertama, Rantau Daulat, yang meliputi daerah dari Muara Langgai hingga Muara Singingi, termasuk kampung-kampung seperti Mentulik, Sungai Pagar, Jawi-Jawi, Gunung Sahilan, Subarak, dan Koto Tuo Lipat Kain. Kedua, Rantau Indo Ajo, dari Muara Singingi hingga Muara Sawa, dengan pusat di Lubuk Cimpur. Ketiga, Rantau Andiko, dari Muara Sawa hingga Kepangkalan yang dua laras, mencakup negeri-negeri seperti Kuntu, Padang Sawah, Domo, Pulau Pencong, dan lainnya.
Sejarah Awal dan Pengaruh Kerajaan Pagaruyung
Sebelum berdirinya Kerajaan Gunung Sahilan, wilayah Rantau Kampar Kiri pernah dikuasai oleh beberapa kerajaan, termasuk Kerajaan Dinasti Fatimiyah, Kerajaan Singosari, dan Dinasti Aru Barumun. Kerajaan Gunung Sahilan didirikan pada abad ke-16 hingga ke-17 Masehi sebagai kerajaan bawahan Kerajaan Pagaruyung yang didirikan oleh Adityawarman. Setelah runtuhnya Kerajaan Pagaruyung pada awal abad ke-18, Kerajaan Gunung Sahilan berdiri sendiri sebagai kerajaan berdaulat.
Sistem Pemerintahan dan Kontribusi Terhadap Kemerdekaan
Kerajaan Gunung Sahilan mengadopsi sistem adat-istiadat Kerajaan Pagaruyung yang dipengaruhi ajaran Islam. Pada tahun 1905, kerajaan ini mengakui kekuasaan Kerajaan Hindia Belanda dan berakhir setelah bergabung dengan NKRI pada tahun 1946. Kontribusi kerajaan dan rakyatnya terhadap kemerdekaan Indonesia cukup besar, terutama dalam mendukung dan mempertahankan kemerdekaan selama agresi militer Belanda I dan II.
Struktur Pemerintahan dan Silsilah Raja
Pemerintahan tertinggi di Kerajaan Gunung Sahilan berada di tangan Raja yang menguasai adat dan ibadat. Gelar raja adalah “Tengku Yang Dipertuan Besar” dan untuk Raja Ibadat “Tengku Yang Dipertuan Sati”. Kerajaan ini diperkirakan berdiri selama sekitar 300 tahun, diperintah oleh sembilan raja dan satu putra mahkota. Raja terakhir adalah Tengku Ghazali, yang tidak sempat dinobatkan sebagai Sultan karena kerajaan sudah berintegrasi dengan Republik Indonesia.
Warisan Sejarah dan Budaya
Jejak sejarah Kerajaan Gunung Sahilan telah dibukukan oleh Pemda Kampar melalui Dinas Pariwisata dan Kebudayaan Kabupaten Kampar pada tahun 2007. Sejarah ini menggambarkan hubungan peristiwa yang saling berkaitan, di mana satu peristiwa memicu terjadinya peristiwa lainnya. Semoga sejarah ini terus menjadi pelajaran berharga bagi generasi mendatang.