in ,

Berlibur ke Gunung Puntang Sambil Mengenang Stasiun Radio Malabar

HALUAN.CO – Berbagai destinasi wisata bahkan penginapan, tengah dituju banyak masyarakat untuk menikmati libur bersama keluarga maupun orang-orang tercinta. Tidak terkecuali wisata ke Gunung Puntang yang berlokasi di Kecamatan Cimaung, Kabupaten Bandung.

Sempat ditutup sementara pada 18 Agustus 2020 sebagai upaya pencegahan penyebaran covid-19, namun sedari 22 Agustus 2020, objek wisata Gunung Puntang telah mulai dibuka kembali oleh pengelola. Pada libur panjang saat ini, pengunjung masih bisa mengakses Gunung Puntang dengan menaati sejumlah protokol kesehatan.

Gunung Puntang sendiri terletak di komplek Gunung Malabar, Kabupaten Bandung, dengan ketinggian 1.300 mdpl dan suhu rata rata yang berkisar antara 18 – 23 derajat Celcius. Sedangkan puncak tertingginya yakni Puncak Mega, memiliki tinggi 2222 mdpl. Gunung Puntang memiliki area yang cukup luas dan mampu digunakan sebagai area berkemah.

Selain menawarkan pesona alam yang menyejukkan, lokasi berkemah yang nyaman, dan terdapat pula situs peninggalan Prabu Siliwangi berupa gua sepanjang 1 km; di Gunung Puntang juga terdapat kisah tentang Stasiun Radio Malabar.

Stasiun Radio Malabar diklaim sebagai stasiun radio terbesar se-Asia Tenggara pada zamannya. Stasiun Radio Malabar dibangun pada tahun 1923, yang dilengkapi dengan pemancar buatan Telefunken dari Jerman dengan daya 3,5 megawatt.

Adalah seorang peneliti bidang elektro asal Belanda, yakni Dr. Ir. CJ de Groot yang menemukan hal istimewa dari daerah pegunungan di selatan Bandung. Kala itu, Gunung Puntang dan Gunung Haruman beserta lembah di antaranya dipandang sebagai lokasi ideal untuk membuka gerbang “penyambung rindu” antara Hindia Belanda dan kampung halamannya.

Hal itu tercetus setelah sebelumnya pemerintah Hindia Belanda melalui perusahaan Post, Telegraaf en Telefoon Dienst (PTT), meminta de Groot untuk membangun sambungan komunikasi nirkabel antara Belanda dan negara-negara jajahannya. Pasalnya, sambungan komunikasi via telegraf kabel yang telah lama digunakan dianggap tidak efektif lagi.

De Groot mulanya membangun beberapa stasiun uji coba di beberapa daerah di Hindia Belanda seperti Situbondo, Kupang, hingga Ambon. De Groot mengamati cara para kapal laut berkomunikasi dengan daratan.

Setelah itu, dia kemudian mulai membangun stasiun pemancar di Gunung Puntang. Kelak stasiun pemancar itu yang menjadi Radio Malabar.

Salah satu pegiat sejarah komunitas Aleut, yakni Hevi Abu Fauzan, mengatakan pada AyoBandung bahwa de Groot kemudian berupaya membangun stasiun-stasiun pemancar dan penerima pesan telegraf via udara alias radiotelegrafi. Stasiun-stasiun ini dibangun di sejumlah daerah di Bandung Raya meliputi Padalarang, Cimindi, Rancaekek, Dayeuhkolot, Cangkring, dan Cililin.

Pembangunan Radio Malabar sendiri berlangsung sejak 1920 dan baru diresmikan pada 5 Mei 1923 oleh Gubernur Jenderal de Fock. Kala itu, telah terpasang antena raksasa dengan panjang sekitar 3 meter yang membentang antara Puncak Gunung Puntang dan Haruman. Komunikasi dengan radiotelegrafi pun intens berlangsung.

Selepas sambungan telegraf nirkabel berhasil dieksekusi, teknologi komunikasi tersebut kian dikembangkan. Hingga akhirnya pada tahun 1927, sambungan radio suara perdana berhasil tersambungkan. Percakapan suara dua arah antara Bandung dan Den Haag berhasil ditangkap: “Hallo Bandoeng! Hier Den Haag!” dan Halo Bandung! Ini Den Haag!”

Kawasan Radio Malabar ini ditemukan oleh seorang penduduk bernama Utay Muchtar, setelah bertahun-tahun tidak ada yang mengetahuinya. Saat ditemukan, bangunan stasiun radio itu tinggal tersisa puing-puing. Diperkirakan bangunan itu hancur karena serangan Bandung Lautan Api.

Bagi anda yang tertarik untuk menikmati liburan ke tempat yang tenang di Bandung Selatan, Gunung Puntang bisa menjadi tujuan destinasi wisata yang menarik. Apalagi sambil mengenang Stasiun Radio Malabar yang telah menjadi “penghubung rindu” pada zaman dahulu.