Sebuah studi menunjukkan bahwa dahulu kala, para pelaut kuno berhasil menavigasi perjalanan laut yang berbahaya untuk tiba di Kepulauan Ryukyu Jepang.
Situs arkeologi di enam pulau ini—yang merupakan bagian dari rantai sepanjang 1.200 kilometer—menunjukkan bahwa migrasi ke pulau-pulau itu terjadi 35.000 hingga 30.000 tahun yang lalu, baik dari selatan melalui Taiwan maupun dari utara melalui pulau Kyushu, Jepang.
Tetapi apakah manusia purba menavigasi perjalanan ke sana dengan sengaja atau terhanyut ke sana secara tidak sengaja di arus laut Kuroshio? Karena laut itu sendiri dinilai sebagai salah satu arus terbesar dan terkuat di dunia. Jawaban atas pertanyaan itu dapat menjelaskan kemampuan manusia Zaman Batu ini sebagai pelaut dan kemampuan mental mereka secara keseluruhan.
Sekarang, pelampung yang dilacak satelit yang mensimulasikan rakit yang tidak kokoh, menunjukkan bahwa kecil kemungkinan pelaut mencapai pulau secara tidak sengaja.
Para peneliti menganalisis 138 pelampung yang dilepaskan di dekat atau dilewati oleh Taiwan dan pulau Luzon di Filipina dari tahun 1989 hingga 2017, yang digunakan sebagai bagian dari Global Drifter Program untuk memetakan arus permukaan laut di seluruh dunia.
Dalam temuan yang dipublikasikan secara online 3 Desember di Scientific Reports, tim menemukan bahwa hanya empat pelampung yang berada dalam jarak 20 kilometer dari salah satu Kepulauan Ryukyu, dan ini terjadi akibat topan dan cuaca buruk lainnya.
“Tidak mungkin para pelaut kuno akan berangkat dalam perjalanan laut dengan badai besar di cakrawala,” kata ahli paleoantropologi Yousuke Kaifu dari Universitas Tokyo. Hasilnya, temuan baru menunjukkan bahwa arus Kuroshio akan memaksa para pelaut menjauh daripada menuju Kepulauan Ryukyu.
Catatan geologis menunjukkan bahwa arus di wilayah tersebut tetap stabil setidaknya selama 100.000 tahun terakhir. Jadi, masuk akal untuk menyimpulkan bahwa pelampung ini meniru seberapa baik perahu kuno yang terapung di area yang sama.
“Dari perspektif pelayaran, menyeberang ke Ryukyu sangat menantang sehingga model penyimpangan tidak disengaja, tidak mungkin memberikan penjelasan yang efektif,” kata arkeolog Thomas Leppard dari Universitas Negeri Florida di Tallahassee.
Perkakas batu dan sisa-sisa badak yang dibantai menunjukkan garis keturunan manusia purba seperti Homo Erectus yang mungkin juga telah melintasi lautan dengan cara yang sama setidaknya 709.000 tahun yang lalu. Artefak yang ditemukan di Australia menunjukkan bahwa manusia modern mungkin telah mulai mengarungi lautan setidaknya 65.000 tahun yang lalu (SN: 7/19/17).
Namun masih diperdebatkan hingga kini apakah perjalanan laut manusia selama Paleolitikum, yang berlangsung dari sekitar 2,6 juta tahun lalu hingga sekitar 11.700 tahun yang lalu, umumnya dilakukan secara tidak sengaja atau sengaja.
Data lain menunjukkan bahwa manusia purba bisa dengan sengaja melakukan perjalanan ke Kepulauan Ryukyu. Pada tahun 2019, tim petualang berhasil mengayuh lebih dari 200 kilometer dari Taiwan ke Yonaguni menggunakan sampan yang dibuat oleh Kaifu dan rekan-rekannya menggunakan kapak batu yang meniru artefak Paleolitik Jepang.
Meskipun orang-orang Paleolitik sering dianggap primitif dan konservatif dalam tujuan mereka, “Saya merasakan sesuatu yang sangat berbeda dari bukti kehadiran manusia di pulau-pulau terpencil ini,” pungkas Kaifu.