Pemerintah Amerika Serikat yang masih dipimpin Donald Trump memasukkan Xiaomi ke dalam daftar hitam (blacklist). Keputusan diambil setelah Departemen Pertahanan AS mengategorikan Xiaomi sebagai perusahaan militer milik komunis China.
Xiomi dilarang melakukan investasi berdasarkan undang-undang otorisasi pertahanan nasional (NDAA). Undang-undang itu memaksa investor asal AS melakukan divestasi saham per 11 November 2021.
Menanggapi tudingan AS tersebut, Xiaomi memberikan klarifikasi melalui blog resmi Xiaomi.
“Perusahaan (Xiaomi) telah mematuhi hukum dan beroperasi sesuai dengan hukum dan peraturan yuridiksi yang relevan dalam menjalankan bisnisnya,” tulis Xiaomi dalam blog perusahaan, Sabtu (16/1/2021).
Xiaomi menegaskan, produk yang dibuatnya untuk tujuan komersil yang digunakan oleh masyarakat sipil.
“Perusahaan mengonfirmasi bahwa tidak dimiliki, dikontrol atau terafiliasi dengan militer China, dan bukan “Perusahaan Militer Komunis China” yang didefiniskan oleh undang-undang NDAA,” lanjut Xiaomi dalam blognya.
Dalam pernyataan itu pula, Xiaomi akan melakukan tindakan yang tepat demi melindungi perusahaan dan para pemangku kepentingan. Namun tidak dijelaskan tindakan apa yang akan diambil Xiaomi setelah ini.
Selain Xiaomi, ada delapan perusahaan asal China lain yang masuk ke dalam daftar hitam. Sebagian besar adalah perusahaan yang bergerak di industri penerbangan, kedirgantaraan, pembuatan kapal, bahan kimia, telekomunikasi, konstruksi, dan infrastruktur, dilaporkan Reuters.
Diketahui, undang-undang ini sudah ada sejak tahun 1999. Departemen Pertahanan AS diminta untuk menyusun daftar perusahaan yang dikontrol dan dimiliki oleh militer China.
Namun undang-undang tersebut belum diberlakukan. Namun jelang akhir jabatannya, Trump mengeluarkan perintah eksekutif yang melarang para investor AS berinvestasi dengan perusahaan yang masuk daftar hitam.
Saat ini, Pentagon telah menambahkan total 35 perusahaan yang masuk daftar hitam di bawah undang-undang NDAA baru, perusahaan minyak asal China CNOOC dan produsen chip SMIC di antaranya.
Daftar hitam ini berbeda dengan entity list yang menjerat Huawei dua tahun lalu. Perusahaan yang masuk list itu, dilarang melakukan transaksi apapun dengan perusahaan asal AS, termasuk jual-beli komponen dan software dengan perusahaan AS, tanpa persetujuan pemerintahannya.