Pesawat sudah mulai dicanangkan menggunakan tenaga penggerak yang ramah lingkungan, yakni tanpa emisi. Pesawat tanpa emisi akan berlaku untuk perjalanan udara yang berkelanjutan.
Untuk diketahui, industri penerbangan menyumbang 2% dari emisi karbondioksida (CO2) hasil buatan manusia. Tahun 2050, diperkirakan kontribusinya akan meningkat hingga 22% jika tidak ada upaya perubahan.
Merespon hal tersebut, para ilmuwan menyarankan kepada para pembuat kebijakan untuk memodifikasi emisi pesawat. Akhirnya, perusahaan besar mulai perlahan-lahan sadar atas peran emisi pesawat, lalu muncul gagasan pesawat tanpa emisi.
Airbus telah mengumumkan bahwa mereka berencana memperkenalkan pesawat komersial tanpa emisi pada 2035. Pihaknya juga telah mengungkapkan tiga konsep untuk pesawat komersial tanpa emisi perdana mereka.
“Saya sangat yakin mengenai penggunaan hidrogen, baik untuk bahan bakar sintetis maupun sebagai sumber tenaga utama untuk pesawat komersial. Hal tersebut berpotensi mengurangi dampak iklim penerbangan secara signifikan,” terang Guillaume Faury, Chief Executive Officer Airbus dalam sebuah pernyataan, dilansir Detik, Jumat (19/3/2021).
Dari konsep pesawat Airbus tersebut, desain turbofan mampu menampung 120 hingga 200 penumpang. Desain turboprop dapat menampung 100 penumpang dan badan sayap campuran dapat menampung sampai 200 penumpang.
Selain itu, Norwegia juga tengah mengerjakan pesawat tanpa emisi. Mereka berharap bisa membuat pesawat penumpang listrik pertama di tahun 2026.
Konsep pesawat listrik tersebut dikembangkan Rolls-Royce dan perusahaan perancang pesawat, yakni Tecnam. Pesawat dinamai P-Volt dan hanya mampu menampung 9 penumpang.
Meski sedikit penumpang, namun itu tentunya menjadi solusi ke depan untuk industri penerbangan, sekaligus perkembangan positif untuk penerbangan dan perjalanan yang berkelanjutan.
Pada 2019 dalam konferensi perubahan iklim COP25, para ilmuwan MIT memberi masukan ke pembuat kebijakan untuk memodifikasi emisi pesawat. Emisi tersebut memperburuk kualitas udara dan berkontribusi terhadap ribuan kematian setiap tahunnya.
Di kesempatan tersebut, temuan mereka dapat memberi solusi dalam upaya menghindari dampak global yang membahayakan akibat dari gas yang membendung. Pada Laporan Kesenjangan Emisi PBB, semua negara diminta segera mengurangi emisinya.
Studi yang diterbitkan di Environmental Research Letters, merinci bagaimana komponen-komponen pembuangan pesawat bisa berdampak pada iklim global dan kesehatan manusia. Pro dan kontra kebijakan dipastikan terjadi dalam program mengurangi emisi ini.
“Hasil dari makalah ini memungkinkan kita mengetahui apa pengorbanannya sebagai gantinya. Contohnya, mengurangi satu komponen emisi pesawat dapat menyebabkan peningkatan komponen lainnya guna memastikan teknologi bekerja dengan tepat,” jelas Dr. Florian Allroggen, salah satu peneliti utama dalam penelitian tersebut.
Para ilmuwan menemukan, ada tiga komponen emisi pesawat bertanggung jawab atas 97% dampak negatif terhadap lingkungan dan kesehatan. Komponen itu adalah nitrogen oksida, karbon dioksida, dan contrails. Semuanya terbentuk saat uap air mengembun pada partikel emisi.