in

Riset Ungkap Manusia Purba Bisa Jalan 3,67 Tahun Silam, tapi Pilih Berayun di Pohon

Ilustrasi. Foto: Livescience.com

Studi tentang fosil era 3,67 juta tahun yang lalu mengungkap bahwa manusia purba masih berayun di pepohonan, seperti yang dilakukan kera. Jauh setelah manusia purba ini berjalan dengan dua kaki.

Temuan ini diungkap oleh tim ilmuwan dari Keck School of Medicine, University of Southern California, Amerika Serikat, menganalisis bagian atas tubuh dari fosil yang dikenal dengan nama Little Foot.

Hasil analisis mereka atas fosil Little Foot diterbitkan di jurnal ilmiah Journal of Human Evolution edisi April. Studi ini merupakan jenis analisis yang pertama sejak fosil tersebut ditemukan pada 1994.

Kajian sebelumnya terhadap fosil ini menunjukkan bahwa spesies ini punya kemampuan untuk berjalan tegak, namun lengan terutama pada bagian bahu menunjukkan seperti kera.

Penulis utama penelitian ini, Kristian J. Carlson mengatakan penemuan ini adalah bukti terkuat tentang bagaimana manusia purba memanfaatkan lengan mereka lebih dari tiga juta tahun yang lalu.

“Ada bukti bahwa lengan nenek moyang kita pada 3,67 juta tahun yang lalu masih dipakai untuk menahan beban yang cukup berat saat bergerak di pepohonan, (misalnya) ketika memanjat atau menggantung di dahan,” ungkap Carlson.

Menurut Carlson, dengan mencermati kera dan manusia yang hidup dewasa ini, morfologi dan fungsi Little Foot adalah model ideal untuk membandingkan nenek moyang manusia dan simpanse yang hidup tujuh hingga delapan tahun yang lalu.

Little Foot, yang digolongkan sebagai Australopithecus, memiliki tulang bahu yang ideal “untuk dipasangkan” dengan otot-otot yang berat dan tebal, seperti yang dipunyai gorila dan simpanse.

Bentuk tulang bahu ini kokoh dan karenanya bisa menopang berat badan saat bergerak dari satu pohon ke pohon yang lain. Berayun di pepohonan, tapi juga bisa berjalan tegak

Selain itu, lekukan pada tulang leher sangat mirip dengan tulang leher pada kera dan posisi persendian bahu ideal untuk menstabilkan badan ketika berayun dari satu dahan ke dahan lainnya.

Namun, sudut tulang belakang terhadap tengkorak memperlihatkan bahwa Little Foot lebih sering berjalan tegak, meskipun ia juga bisa hidup di pohon.

Dari informasi ini, para saintis mengajukan hipotesis bahwa durasi kemiripan struktur antara manusia dan kera jauh lebih lama dari yang diperkirakan. Hipotesis ini memungkinkan para peneliti untuk memperkirakan era kapan tepatnya nenek moyang bersama manusia dan simpanse yang terakhir hidup.

Sains sudah mencatat kemajuan besar dalam upaya memahami evolusi manusia, namun ada bagian-bagian dari percabangan evolusi yang masih belum bisa diungkap.

Ketika kajian jauh begerak ke masa lalu, semakin sulit melakukan analisis karena minimnya bukti berupa fosil.