in

Studi: Lukisan Gua Tertua di Dunia Terancam Hilang Efek Perubahan Iklim

Ilustrasi lukisan tertua di dunia. Foto: iStock

Sebuah studi baru melaporkan bahwa beberapa seni gua tertua di dunia yang ada di Sulawesi terancam hilang karena efek dari perubahan iklim. Peneliti menyebut peristiwa cuaca ekstrem merupakan salah satu efek perubahan iklim yang berkontribusi pada degradasi situs-situs penting itu.

Studi baru tentang efek perubahan iklim pada seni cadas Pleistosen Sulawesi yang dilakukan oleh Jill Huntley dkk dari Place, Evolution, and Rock Art Heritage Unit Universitas Griffith mencatat ada lebih dari 300 situs gua di selatan Sulawesi berisiko rusak.

Mirisnya, beberapa situs diketahui terdapat seni gua paling awal yang pernah dibuat, bahkan lebih tua dari beberapa situs yang lebih terkenal di Eropa seperti Lascaux dan Chauvet.

Dikutip dari ART news, gua-gua di Sulawesi adalah rumah bagi lukisan hewan tertua, misalnya babi kutil yang berusia setidaknya 45.500 tahun, serta stensil tangan tertua di dunia yang dibuat lebih dari 39.900 tahun yang lalu.

Salah satu gua di sana bahkan terdapat seni cadas yang menggambarkan pemandangan berburu. Para peneliti menduga itu adalah adegan naratif paling awal yang diketahui dalam seni prasejarah.

Para peneliti menyebut garam, panas, dan peristiwa cuaca ekstrem berkontribusi pada degradasi situs-situs penting itu. Siklus konstan antara kondisi kering dan curah hujan monsun menyebabkan penumpukan garam di permukaan gua, yang menyebabkan pengelupasan.

“Saat larutan menguap, kristal terbentuk, mengembang, dan berkontraksi saat lingkungan memanas dan mendingin, menyebabkan regangan berulang,” beber para peneliti dalam studi yang diterbitkan di Nature.

Kristalisasi garam yang dikenal sebagai haloklasti disebut dapat merusak permukaan batu kapur di dalam gua. Pada akhirnya akan menciptakan retakan pada permukaan batuan dan menyebabkan karya seni mengelupas batuan itu.

Seni cadas dibuat dengan menggunakan pigmen merah dan mulberry, termasuk stensil tangan, penggambaran hewan, dan gambar hibrida manusia-hewan.

Dikutip dari Nature, peneliti mengatakan Sulawesi berada di kawasan yang memiliki atmosfer paling dinamis di bumi. Terletak di wilayah monsun Australasia, Sulawesi sangat rentan terhadap perubahan iklim antropogenik.

Kondisi itu menempatkannya pada risiko tinggi kehilangan bagian yang tak ternilai dari warisan manusia purba.

Peneliti menemukan bahwa tingkat pengelupasan kulit batuan meningkat. Komunitas lokal yang telah mengamati situs seni cadas selama beberapa generasi mengatakan kehancuran telah berkembang pesat, dengan lebih banyak kerugian dalam beberapa dekade terakhir dibandingkan beberapa waktu sebelumnya.

Situs seni cadas baru ditemukan di Sulawesi setiap tahun dan beberapa gua belum dieksplorasi. Seperti yang dijelaskan para peneliti, krisis iklim mempercepat kemerosotan catatan budaya artistik manusia purba yang unik dan tak tergantikan.