Spesies baru buaya prasejarah berukuran raksasa yang berkeliaran di perairan tenggara Queensland jutaan tahun lalu telah ditemukan. Temuan ini menjelaskan garis keturunan evolusi reptil besar ini.
Studi terkait temuan ini telah diterbitkan dalam jurnal Scientific Reports. Penulis studi dari University of Queensland di Australia, Jorgo Ristevski mengungkapkan, spesies baru buaya ini dinamai Gunggamarandu maunala.
“Gunggamarandu maunala adalah salah satu buaya terbesar yang pernah menghuni benua itu (Australia),” beber Jorgo Ristevski dikutip dari The Independent, Senin (15/6/2021).
Ristevki mengatakan, nama genus Gunggamarandu berarti “bos sungai”. Sementara nama spesies maunala berarti “kepala lubang” yang mengacu pada cekungan besar seperti lubang yang terletak di atas tengkorak hewan yang berfungsi sebagai tempat perlekatan otot.
“Nama spesies baru buaya itu untuk menghormati orang-orang Bangsa Pertama di daerah Darling Downs. (Kami) menggabungkan kata-kata dari bahasa negara Barunggam dan Waka Waka,” kata rekan penulis studi Steve Salisbury dalam sebuah pernyataan.
Dalam studi, para ilmuwan menganalisis tengkorak parsial yang digali di Darling Downs sekitar tahun 1875 yang disimpan dengan aman di koleksi Museum Queensland selama lebih dari seratus tahun. Berdasarkan ukuran tengkorak, diperkirakan bahwa panjang buaya itu bisa mencapai 7 meter.
“Kami memperkirakan tengkorak itu setidaknya memiliki panjang 80 sentimeter. Dan berdasarkan perbandingan dengan buaya hidup, ini menunjukkan panjang tubuh total (buaya) sekitar tujuh meter,” beber Ristevski dalam sebuah pernyataan.
Berdasarkan analisis, para ilmuwan mengatakan Gunggamarandu maunala mirip dengan buaya Indo-Pasifik terbesar yang pernah tercatat, yakni Crocodylus porosus.
Studi ini tidak dapat memperkirakan usia pasti dari fosil tersebut. Namun para ilmuwan percaya bahwa tulang-tulang itu mungkin berusia antara dua sampai lima juta tahun.
Dilansir Sci News, Senin (14/6/2021), sebagian tengkorak Gunggamarandu maunala ditemukan di wilayah Darling Down pada abad ke-19, tepatnya tahun 1875. Ia memiliki kombinasi fitur unik yang membedakannya dengan buaya lainnya.
Dengan menggunakan pemindaian CT X-ray, para peneliti dapat merekonstruksi rongga otak reptil secara digital dan mengungkap detail tambahan tentang anatominya.
Para peneliti mengatakan, buaya baru itu masih merupakan anggota sekelompok reptil yang disebut tomistominae atau “buaya palsu” yang hanya tersisa satu spesies saat ini, terbatas di Semenanjung Malaya dan sebagian Indonesia.
“Hasilnya mengisyaratkan potensi garis keturunan hantu antara tomistominae Eropa dan Australia yang berusia lebih dari 50 juta tahun,” tulis para ilmuwan dalam studi tersebut.
“Dengan pengecualian Antartika, Australia adalah satu-satunya benua lain tanpa bukti fosil tomistomine. Tetapi dengan ditemukannya Gunggamarandu maunala, kami dapat menambahkan Australia ke dalam daftar pernah dihuni oleh tomistomines,” jelas Ristevski.