Unta atau camelus dromedarius merupakan hewan ternak terpenting yang menyediakan kebutuhan dasar bagi jutaan orang di daerah kering dan semi-kering di Afrika Utara dan Timur, Semenanjung Arab serta Iran.
Unta didomestikasi sekitar 3000 hingga 6000 tahun lalu di Jazirah Arab. Hewan ini juga telah digunakan untuk membawa beban, berkendara, menghasilkan susu, daging, dan masih dimanfaatkan sampai sekarang untuk tujuan yang sama.
Hewan berpunuk ini sangat baik beradaptasi dengan lingkungan gurun, serta dapat bertahan berminggu-minggu tanpa akses ke air.
Para ilmuwan dalam sebuah penelitian menjelaskan bagaimana unta Arab bisa bertahan hidup tanpa minum dan mengatasi kondisi ekstrem di habitatnya yang merupakan daerah cenderung kering. Namun apa yang menyebabkan unta dapat bertahan hidup tanpa minum?
Untuk menjawab itu, peneliti pun mencoba mencari tahu dengan cara mempelajari respon ginjal unta terhadap dehidrasi dan tekanan rehidrasi yang cepat. Studi tentang ginjal unta dan bagaimana hewan berpunuk ini bisa bertahan hidup tanpa minum, telah dipublikasikan di jurnal Communications Biology.
Peneliti menemukan jika ginjal unta ternyata berkembang sangat baik, sehingga dapat menghasilkan urin yang pekat dan memastikan air tak pernah terbuang percuma.
Penelitian kolaborasi antara Universitas Bristol, Inggris dan Universtitas Uni Emirat Arab ini pun kemudian menganalisis mengapa ginjal unta bisa berkembang dengan sangat baik, yang membantunya bertahan hidup meski tidak minum air.
Hasilnya peneliti menyebut kalau ribuan gen berubah di ginjal akibat dari dehidrasi dan rehidrasi. Peneliti menemukan pula bahwa jumlah kolesterol di ginjal berperan dalam proses koservasi air.
“Penurunan jumlah kolesterol dalam membran sel ginjal akan memfasilitasi pergerakan zat terlarut dan air melintasi berbagai bagian ginjal,” ungkap Fernando Alviral Iraizoz, penulis utama studi ini, dilansir Phys, Kamis (24/6/2021).
“Ini merupakan proses yang diperlukan untuk menyerap kembali air secara efisien dan menghasilkan urin yang sangat pekat sehingga menghindari kehilangan air,” lanjut Fernando Alviral Iraizoz.
Lebih lanjut peneliti juga menyebut kalau ini merupakan pertama kalinya tingkat kolesterol secara langsung dikaitkan dengan konservasi air di ginjal.
“Jadi kami menggambarkan peran baru untuk lipid ini yang mungkin menarik ketika mempelajari spesies lain,” tambah Iraizoz.
Temuan ini pun nantinya akan berguna dalam konteks perubahan iklim karena akan membantu para ilmuwan untuk memahami mekanisme pengendalian air. Setelah studi ini, tim peneliti ingin melihat bagaimana spesies lain berdaptasi dengan kehidupan di gurun.