in

Observasi Burung Robin Guna Menguak Teka-teki Migrasi Burung Ribuan Kilometer

Burung robin. Foto: Pixabay

Ilmuwan hampir memecahkan teka-teki bagaimana burung-burung melakukan migrasi ke tempat-tempat jauh hingga ribuan kilometer, tak hanya menyeberangi lautan, tetapi juga benua. Untuk memecahkan teka-teki tersebut, para ilmuwan mengobservasi burung robin.

Para peneliti menemukan petunjuk bagaimana binatang mengendus medan magnet bumi. Cara burung robin mengendus medan magnetik bumi ini mirip dengan bagaimana kita menggunakan kompas untuk menentukan arah utara atau selatan.

Mereka pun meyakini bahwa burung memiliki semacam ‘kompas’ di badan mereka. Dalam studi baru mendukung hipotesis setelah para ahli menemukan bahan kimia di mata yang sensitif terhadap magnet.

Menurut guru besar ilmu kimia di Universitas Oxford, Inggris, Peter Hore, kemungkinan saja burung ‘bisa melihat’ medan magnet bumi dapat menjadi jawaban dari misteri migrasi burung. Meski demikian, hingga saat ini, kita belum yakin bagaimana mekanisme burung melihatnya.

Hore menjelaskan bahwa ilmuwan kemungkinan sudah menemukan molekul yang memungkinkan burung-burung bermigrasi untuk mendeteksi secara akurat arah medan magnetik bumi.

“Burung jelas punya kemampuan tersebut dan memanfaatkan informasi ini untuk membantu mereka menentukan arah saat bermigrasi sejauh ribuan kilometer,” jelas Hore, dikutip dari BBC, Kamis (1/7/2021).

Selama beberapa dekade, ilmuwan melakukan penelitian untuk menguak misteri bagaimana binatang, seperti burung, penyu, ikan, dan serangga, mengendus medan magnetik dan memanfaatkannya untuk membantu menavigasi jalur migrasi.

Studi yang dipublikasikan dalam jurnal Nature, para ilmuwan memperkirakan bahwa burung robin Eropa memiliki ‘kompas hidup’. Gagasan muncul setelah mereka mengidentifikasi bahan kimia yang ditemukan pada retina mata, yang dikenal dengan cryptochrome.

Kompas hidup ini digunakan burung robin untuk merasakan atau mengendus medan magnet bumi dan kemungkinan menjadi alasan bagaimana burung melakukan migrasi ke tempat yang sangat jauh.

Para ilmuwan di Universitas Oxford kemudian meneliti bentuk molekul yang sudah dimurnikan di laboratorium untuk mengetahui apakah molekul itu bisa dipakai sebagai sensor magnet.

Analisis tersebut menemukan bahwa molekul ini memiliki kemampuan memasangkan ‘radikal’ yang punya sensitivitas magnetik yang tinggi. Radikal adalah atom atau molekul yang sangat reaktif secara kimiawi.

Lebih lanjut, Hore menjelaskan bahwa mekanisme yang mereka teliti melibatkan reaksi kimiawi yang sensitif secara magnetik, yang diinisiasi oleh cahaya di dalam mata burung, yakni retina.

“Itu (jelas) dimungkinkan bahwa reaksi kimia yang sangat khusus ini bisa memberi burung informasi tentang arah medan magnetik bumi dan karenanya burung-burung ini punya semacam kompas (di dalam badan mereka),” jelas Hore.

Para ilmuwan memperkirakan, cahaya yang masuk ke retina menyebabkan elektron bergerak di dalam molekul cryptochrome. Proses ini selanjutnya menghasilkan pasangan radikal energi tinggi, yang bertindak seperti magnet mikroskopik.

Meski demikian, para ilmuwan masih berhati-hati untuk langsung menarik kesimpulan terkait misteri migrasi burung dan menegaskan bahwa diperlukan kajian lebih lanjut untuk memastikan mekanisme ini memang benar dan bahwa cryptochrome bisa berfungsi sebagai sensor magnet.