in

Penemuan Komet Raksasa Berukuran Seribu Kali Lebih Besar dari Umumnya

Ilustrasi komet. Foto: Pixabay

Para astronom dilaporkan telah menemukan Komet di alam semesta berukuran sekitar seribu kali lebih besar dari Komet lain dan tengah dalam perjalanan mendekati Bumi dan Matahari. Komet tersebut dinamai Bernardinelli-Bernstein.

Nama Bernardinelli-Bernstein sendiri diberikan lantaran ditemukan oleh mahasiswa pascasarjana jurusan fisika dan astronomi Universitas Pennsylvania, Pedro Bernardinelli dan Profesor Gary Bernstein.

Tim peneliti menemukan Komet tersebut pada Juni 2021. Komet raksasa tersebut memiliki lebar 100 hingga 200 kilometer.

Komet yang tidak biasa tersebut diprediksi memiliki jarak terdekat dengan Matahari pada 2031. Meski berukuran sangat besar, tetap diperlukan teleskop yang besar untuk mengamatinya dari Bumi.

Komet raksasa yang dikenal sebagai C/2014 UN271 berasal dari pinggiran Tata Surya, Oort Cloud (awan oort). Oort Cloud merupakan cangkang bulat yang berisi berbagai objek es dan batuan sisa pembentukan awal planet-planet yang berada di garis terluar Tata Surya.

Para ilmuwan meyakini dari titik itulah Komet berasal, namun mereka tidak pernah benar-benar mengamati objek di dalam Awan Oort. Komet Bernardinelli-Bernstein sedang dalam perjalanannya menuju Matahari selama jutaan tahun.

Komet ini juga adalah Komet paling jauh yang pernah ditemukan dalam perjalanan mendekati matahari. Sehingga, memberi para ilmuwan kesempatan untuk mengamati dan mempelajarinya selama bertahun-tahun.

Berdasarkan data yang dikumpulkan oleh Dark Energy Camera, yang terletak di Teleskop 4 meter Víctor M. Blanco di Cerro Tololo Inter-American Observatory di Chili, Komet Bernardinelli-Bernstein ditemukan dalam enam tahun.

Data yang dikumpulkan oleh kamera tersebut dimasukkan ke dalam The Dark Energy Survey, sebuah kolaborasi lebih dari 400 ilmuwan di tujuh negara dan 25 institusi.

Kamera yang juga dikenal sebagai DECam membantu memetakan 300 juta galaksi di langit malam yang menangkap Komet dan objek trans-Neptunan, atau benda langit es yang berada di sepanjang pinggiran tata surya, di luar orbit Neptunus.

Bernardinelli dan Bernstein menggunakan algoritma di National Center for Supercomputing Applications, di University of Illinois di Urbana-Champaign untuk mengidentifikasi objek trans-Neptunus. Selama pekerjaan mereka, para astronom melacak 32 deteksi ke satu objek.

Dikutip beberapa sumber, Komet adalah peninggalan es yang dikeluarkan dari tata surya ketika planet-planet raksasa terbentuk dan bermigrasi ke konfigurasi mereka saat ini.  Ketika Komet bergerak pada orbitnya mendekati Matahari, es di permukaan Komet menguap dan menciptakan ekor yang menjadi tampilan khas.

Komet itu berisi inti seperti “bola salju kotor” padat di pusatnya. Koma adalah awan gas yang terbentuk di sekitar inti saat es Komet menguap. Gas dan debu yang menguap juga didorong ke belakang Komet lalu menghasilkan dua ekor yang diterangi oleh sinar matahari. Ekor ini bisa ratusan atau bahkan jutaan mil panjangnya.

Pengamatan yang dilakukan menggunakan jaringan teleskop Las Cumbres Observatory di seluruh dunia membantu mengkonfirmasi status Komet aktif.

“Karena kami merupakan tim yang berbasis di seluruh dunia, kebetulan saat itu sore hari, sementara yang lain tertidur. Gambar pertama Komet dikaburkan oleh garis satelit, dan hati saya kecewa,” beber Michele Bannister, astronom di University of Canterbury di Selandia Baru, dalam sebuah pernyataan.

“Tapi kemudian yang lain cukup jelas dan astaga: itu dia, pasti titik kabur kecil yang indah, sama sekali tidak tajam seperti bintang-bintang lainnya!” lanjut Michele Bannister.