in

WHO Sebut Rokok Elektrik Berbahaya Bagi Kesehatan

Lembaga kesehatan dunia WHO menyarankan berbagai upaya untuk mengekang taktik kriminal industri tembakau untuk membuat kaum muda kecanduan nikotin.

“Nikotin sangat adiktif. Sistem pengiriman nikotin elektronik (ENDS) berbahaya, dan harus diatur dengan lebih baik,” kata Tedros Adhanom Ghebreyesus selaku Ketua WHO dilansir AFP.

Hal tersebut disebutkan dalam Laporan WHO tentang Epidemi Tembakau Global 2021, yang fokus pada produk baru yang muncul.

Mereka menyebut bahwa ENDS harus diatur secara ketat untuk perlindungan kesehatan masyarakat yang maksimal.

“Di tempat di mana mereka tidak dilarang, pemerintah harus mengadopsi kebijakan yang tepat untuk melindungi populasi mereka dari bahaya ENDS, dan untuk mencegah penggunaan mereka oleh anak-anak, remaja dan kelompok rentan lainnya,” kata Tedros.

Laporan tembakau ke-delapan badan kesehatan PBB mengatakan produsen ENDS kerap menargetkan kaum muda dengan ribuan rasa yang menggiurkan, dokumen tersebut mencantumkan ada 16 ribu rasa dan pernyataan yang meyakinkan.

Vinayak Prasad, seorang dokter yang juga mengepalai Inisiatif Bebas Tembakau WHO, mengatakan menargetkan anak-anak dengan produk beracun adalah tindakan kriminal.

“Itu tindakan kriminal yang paling banyak. Dan itu pelanggaran hak asasi manusia. Mereka menghadapi risiko kecanduan selama sisa hidup mereka,” katanya dalam konferensi pers dilansir CNN Indonesia.

Tembakau bertanggung jawab atas kematian delapan juta orang per tahun, termasuk satu juta dari perokok pasif, kata dia.

Mantan walikota New York Michael Bloomberg, duta global WHO untuk penyakit tidak menular, mengatakan: “Ketika penjualan rokok turun, perusahaan tembakau secara agresif memasarkan produk baru — seperti rokok elektrik.

“Tujuan mereka sederhana: untuk mengaitkan generasi lain dengan nikotin. Kita tidak bisa membiarkan itu terjadi,” kata Michael.

Laporan tersebut menemukan bahwa 32 negara telah melarang penjualan ENDS. Termasuk Argentina, Brasil, Mesir, Ethiopia, Iran, India, Irak, Korea Utara, Meksiko, dan Singapura.

“Ini masih menyisakan 84 negara di mana mereka tidak diatur atau dibatasi dengan cara apa pun,” demikian WHO.