in

Alasan Astronaut Tanam Cabai di Antariksa

Cabe antariksa. Para astronot Amerika Serikat pada Jumat, 29/10/2021 untuk pertama kalinya melakukan panen cabe di luar angkasa, tepatnya di Stasiun Antariksa Internasional. Foto: ISS Research

Sejak tahun 2014, astronaut National Aeronautics and Space Administration (NASA) bereksperimen menanam selada, kubis-kubisan brasika, dan bunga semak zinnia di luar angkasa.

Di pengujung 2021, astronaut Badan Penerbangan dan Antariksa Amerika Serikat ini berhasil memanen cabai dua kali dengan teknologi canggih yang dirakit sejak 50 tahun lalu. Kenapa astronaut menanam tumbuhan di ruang angkasa?

Cabai merah dan hijau dari New Mexico tersebut menempel pada kemiringan 45 derajat d dalam Artificial Plant Habitat (APH) – 04, semacam terarium luar angkasa sebesar microwave.

Meskipun dipasang di pot miring, empat tanaman cabai itu berdiri tegak dengan beban lusinan buah cabai mengkilat menggantung, seperti dikutip dari Wired.

Cabai-cabai yang dipanen astronot Mark Vandahei dan timnya berputar di sekitar kepala mereka sampai ditangkap dan ditempelkan ke papan untuk difoto. Panen cabai di ruang angkasa ini berlangsung pada Oktober dan November 2021.

Agar bisa dipanen, ada 180 sensor mengontrol dan memantau suhu, kelembaban, dan karbon dioksida tanaman. Sementara itu, penyiraman tanaman dilakukan secara otomatis.

Lashelle Spencer, ilmuwan tanaman di Kennedy Space Center NASA mengatakan, para astronot juga dapat menyesuaikan warna dan intensitas cahaya, dan seberapa banyak kelembapan yang didapat akar tanaman. Kesemua teknologi tersebut dibuat demi tumbuhnya cabai, sayur, dan buah di luar angkasa.

“Habitat tanaman yang maju adalah sistem pertumbuhan tanaman paling kompleks di orbit saat ini,” kata Spencer, Selasa (21/12/2021).

Panen cabai para astronot pada musim gugur di luar angkasa rupanya memberikan data tentang manfaat psikologis menanam sayuran di dalam pesawat luar angkasa.

Hasilnya, pengalaman sensorik dari menanam tanaman produktif ternyata membantu mengurangi efek psikologis dari perjalanan ruang angkasa jangka panjang.

Spencer menambahkan, ada hubungan emosional tertentu dengan makanan yang tidak berasal dari dapur luar angkasa yang sengaja dikeringkan agar tahan lama.

Ia bercerita, para astronaut membuka pintu terarium APH setiap hari untuk mengamati sayur mereka dengan rasa sayang laiknya berkebun di rumah sendiri.

Ia mengatakan, saat hari panen tiba, mereka berfoto selfie dengan hasil panen dan menikmati sayur dan buah yang melayang di dalam pesawat ruang angkasa tersebut.

Makanan astronaut selama 100 hari di luar angkasa harus dikeringkan. Vitamin dan mineral didapat dari suplemen yang kehilangan nilai gizi saat semakin lama disimpan.

Spencer menjelaskan, menciptakan kondisi yang mengakomodasi budidaya tanaman sehat di luar angkasa dapat dapat menopang kesehatan astronot dalam misi jangka panjang.

Meskipun pedas, imbuhnya, para astronaut menikmati cabai dapat bersama fajita (semacam kebab dari Meksiko) daging sapi, tomat, dan artichoke yang direhidrasi.

Ia menambahkan, sebelumnya, makanan astronaut pada dasarnya sudah enak. Koktail udang, contohnya. Namun, astronaut kehilangan rasa hijau dan kesegaran dari sayur dan buah yang sehat.

Paul Bosland dari Chile Peller Institute mengatakan, untuk mengakomodasi kesehatan selama perjalanan panjang astronaut, institusinya bersama NASA membudidayakan varietas dengan karakter tertentu.

Beberapa ketentuan calon tanaman di ruang angkasa menurut Bosland yaitu bisa dipanen lebih cepat, tidak makan tempat, bisa hidup di bawah cahaya redup, tangguh di lingkungan bertekanan rendah, dan punya vitamin C tiga kali lebih banyak dari jeruk untuk mencegah penyakit kudis.

Dari 26 cabai yang dipanen, 14 buah terbaik yang akan tetap berada di Stasiun Luar Angkasa Internasional untuk dikonsumsi. Sisanya dibungkus dengan kertas timah, disegel dalam kantong Ziploc, kemudian dibekukan pada suhu -80 derajat.

Cabai-cabai tersebut akan dibuka saat mendarat kembali ke bumi dalam kapsul kargo untuk dipelajari. Nanti, cabai dari ruang angkasa tersebut akan diteliti NASA lewat analisis mikrobiologis, molekuler, genetik, dan nutrisi.