Bebas emisi adalah impian setiap negara di dunia, tak terkecuali Indonesia. Berbagai dampak lingkungan yang membayangi membuat hal ini harus segera diwujudkan.
Salah satu hal yang membuat Indonesia masih kesulitan menjadi negara Net Zero Emission (NZE) atau bebas emisi adalah ketergantungan pada energi fosil. Indonesia sendiri merupakan salah satu pengguna energi fosil yang cukup tinggi, terutama batu bara.
“Indonesia memang masih menjadi salah satu negara pengguna energi fosil yang cukup tinggi, terutama dalam hal penggunaan batu bara,” kata Nono Darsono, peneliti ahli madya Pusat Riset Metalurgi dan Material-Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) dikutip dari CNN, Sabtu (19/2/2022).
Batu bara memang menyimpan bara tersendiri. Di sisi pasokan energi, komoditas itu kian penting buat elektrifikasi ke seluruh nusantara hingga bahan energi industri semen, manufaktur atau petrokimia.
Ketergantungan Indonesia pada batu bara karena 83 persen penggunaannya untuk pemenuhan kebutuhan Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU). PLTU Sendiri merupakan penyumbang terbesar energi listrik di tanah air.
Selain untuk kebutuhan PLTU, 17 persen penggunaan batu bara dipakai buat kebutuhan nonenergi, seperti bahan baku semen, briket batu bara, pengolahan logam, dan lain-lain.
Melihat angka tersebut dapat ditarik kesimpulan bahwa peralihan ke energi baru terbarukan sebagai sumber pembangkit listrik bisa menjadi solusi untuk mengurangi konsumsi batu bara, dalam tingkatan yang signifikan.
Desakan mengurangi konsumsi energi fosil juga berasal dari dunia internasional. Tuntutan global tak henti-hentinya menyuarakan masalah perubahan iklim dan pemanasan global yang salah satu penyebabnya adalah efek rumah kaca dari penggunaan energi fosil.
Menanggapi hal tersebut, Indonesia berupaya menerapkan pembatasan pada energi fosil. Nono menjelaskan pembatasan pada penggunaan energi fosil terutama batu bara dilakukan mulai dari pelarangan penjualan batubara, konversi batubara, hingga penggunaan biomass.
Sejumlah LSM internasional pun menggaungkan bagaimana industri keuangan harus menyetop pembiayaan mereka terhadap batu bara. Batu bara, dianggap merusak lingkungan macam yang terjadi di Kalimantan Timur dengan banyaknya lubang tambang.
Sementara itu, Eniya Listiani Dewi, Peneliti Ahli Utama BRIN mengatakan, skenario yang dirancang Bappenas dan Kementerian ESDM menunjukkan saat Indonesia 100 tahun merdeka, maka akan merdeka pula negeri ini dari batu bara.
“Kami memperhatikan poin skenario yang dari Bappenas dan ESDM, bahwa secepatnya 100 tahun Indonesia merdeka kita pun merdeka dari coal sebagai bahan bakar,” ujar Eniya.
Dalam skenario tersebut, selain menunjukkan target Indonesia bebas batu bara, ditunjukkan juga target Indonesia bebas emisi, yakni pada 2060.
Untuk mewujudkan target tersebut, Eniya menyebut ada dua sektor penghasil emisi yang perlu segera dibenahi, yakni sektor transportasi dan industri.
Pada sektor transportasi, kehadiran kendaraan listrik untuk menggantikan kendaraan bensin bisa menjadi jawaban. Sedangkan untuk sektor industri, pihak penyuplai energi di hulu yakni PLN dan Pertamina harus segera menggunakan Green-Hydrogen yang ramah lingkungan dan Carbon Capture Storage yang mampu menangkap karbon dioksida sebelum terbang ke atmosfer.
Kemudian Eniya juga menyebut pemerintah harus segera membangun Pembangkit Listrik Tenaga Nuklir (PLTN) pada 2025 jika ingin bisa berfungsi secara penuh pada 2035, karena teknologi ini membutuhkan waktu 10 tahun untuk pembangunan dan optimalisasi sistemnya.