Sebongkah roket mengakhiri pengembaraannya di ruang angkasa selama tujuh tahun pada 4 Maret 2022. Sampah antariksa itu akhirnya menabrak Bulan.
Peristiwa itu terjadi pada 07:25 EST (12.25 GMT atau 19.25 WIB) di sisi jauh Bulan, kata para ahli. Artinya, peristiwa tersebut tidak terlihat oleh teleskop berbasis darat. Lunar Reconnaissance Orbiter NASA kemungkinan tidak dalam posisi yang pas untuk bisa melihat kecelakaan itu.
Namun mereka berjanji akan mencari tahu kawah yang diakibatkan peristiwa itu. Sejauh ini belum diketahui seberapa besar lubang atau kawah yang diakibatkan dari tabrakan tersebut.
Bekas berlubang berupa kawah itu, menurut Scientific American, agak dekat dengan Kawah Hertzsprung, kawah selebar 570 kilometer yang terbentuk secara alami di Bulan.
Dikutip dari Space.com, Jumat (11/3/2022) tabrakan ini menandai tabrakan Bulan pertama yang diketahui tidak disengaja, yang melibatkan perangkat keras luar angkasa. Dari mana tepatnya puing roket itu berasal, masih menjadi perdebatan.
Analisis awal menunjuk pada roket SpaceX Falcon 9, meskipun kemudian hasil identifikasi menyebutkan peluncur milik China sebagai asalnya. Namun, China membantahnya. Pihak mereka menggambarkan betapa sulitnya melacak benda-benda kecil yang jauh dari Bumi.
Prediksi pertama yang diketahui tentang dampak tabrakan sampah luar angkasa ke Bulan datang dari astronom Bill Gray yang menjalankan program Proyek Pluto. Perhitungan awal oleh Gray dan timnya menunjukkan bahwa penabrak itu adalah bagian atas roket SpaceX Falcon 9 yang meluncurkan satelit Deep Space Climate Observatory (DSCOVR) pada Februari 2015.
Namun, Gray kemudian mengoreksi analisisnya setelah berdiskusi dengan astronom lain, termasuk Jonathan McDowell, astronom Harvard-Smithsonian Center for Astrophysics yang biasanya melacak satelit dan puing-puing ruang angkasa.
Pekerjaan Gray dan beberapa pengamatan independen lainnya sekarang menunjukkan bahwa objek itu sebenarnya adalah bagian dari roket Long March 3C yang meluncurkan misi China Chang’e 5-T1 pada tahun 2014.
Chang’e-5-T1 adalah teknologi dari misi Chang’e 5 yang membawa sampel Bulan kembali ke Bumi pada Desember 2020. Namun seperti sudah disebutkan, China menyangkalnya.
Awalnya, data Angkatan Luar Angkasa Amerika Serikat mendukung sangkalan ini dengan menunjukkan bahwa objek tersebut telah memasuki kembali atmosfer Bumi pada tahun 2015.
Namun pejabat Angkatan Luar Angkasa AS baru-baru ini menyanggah kepada SpaceNews bahwa Chang’e 5-T1 tidak menyimpang dari orbit saat itu. Klaim bahwa masuk kembali ke Bumi dinyatakan sebagai data pelacakan yang salah.
Yang jelas, peristiwa ini bisa menjadi bagian dari penelitian baru. Para astronom sangat ingin menemukan dan mempelajari kawah baru yang diakibatkan tabrakan tersebut untuk mempelajari lebih lanjut tentang komposisi permukaan dekat dan struktur sisi jauh Bulan yang misterius.