in

Studi: Polusi Udara Bisa Sebabkan Autoimun

Ilustrasi yang terjadi jika BBM beralih ke energi hijau. Foto: Pixabay

Hasil studi mengungkap bahwa paparan polusi udara dalam jangka panjang dapat meningkatkan risiko penyakit autoimun. Paparan partikulat dikaitkan dengan stroke, kanker otak, keguguran dan masalah kesehatan mental.

Sebuah tinjauan global yang diterbitkan pada tahun 2019, menyimpulkan bahwa hampir setiap sel dalam tubuh dapat terpengaruh oleh udara kotor. Kini, para peneliti di University of Verona telah menemukan bahwa paparan jangka panjang terhadap polusi udara tingkat tinggi dikaitkan dengan risiko rheumatoid arthritis sekitar 40% lebih tinggi, risiko penyakit radang usus.

Risiko itu seperti Crohn dan kolitis ulserativa 20% lebih tinggi, dan 15% lebih tinggi risiko penyakit jaringan ikat, seperti lupus.

Studi yang diterbitkan dalam jurnal RMD Open, mengambil informasi medis komprehensif tentang 81.363 pria dan wanita di database Italia yang memantau risiko patah tulang antara Juni 2016 dan November 2020. Sekitar 12% di antaranya, didiagnosis dengan penyakit autoimun selama periode ini.

Dikutip dari The Guardian, Kamis (17/3/2022) setiap pasien dihubungkan ke stasiun pemantauan kualitas udara terdekat melalui kode pos tempat tinggal mereka.

Studi ini menganalisis paparan jangka panjang rata-rata terhadap partikel halus (dikenal sebagai PM10 dan PM2.5), yang dihasilkan oleh sumber-sumber seperti kendaraan dan pembangkit listrik. Tingkat konsentrasi 30µg/m3 untuk PM10 dan 20µg/m3 untuk PM2.5 adalah ambang batas yang umumnya dianggap berbahaya bagi kesehatan manusia.

Studi menyimpulkan bahwa secara keseluruhan, paparan jangka panjang terhadap partikulat di atas tingkat ini dikaitkan dengan, masing-masing, risiko 12% dan 13% lebih tinggi untuk mengembangkan penyakit autoimun.

“Studi ini lebih lanjut mendukung bukti yang menunjukkan hubungan antara paparan polusi udara dan penyakit yang dimediasi kekebalan,” kata Felicity Gavins, Director Centre for Inflammation Research and Translational Medicine di Brunel University London, Inggris.

Tapi dia memperingatkan agar tidak menyimpulkan bahwa udara kotor menyebabkan kondisi ini. “Apakah paparan polusi udara secara khusus menyebabkan penyakit autoimun masih kontroversial, meskipun tidak ada keraguan bahwa ada hubungannya,” ujarnya.

Dia juga mengatakan penelitian lebih lanjut diperlukan untuk memastikan mengapa beberapa daerah di Italia mengalami pertumbuhan tinggi dalam kondisi autoimun, dan untuk melihat dampak perokok pasif pada temuan tersebut.

Para peneliti mengakui temuan mereka tidak membuktikan hubungan sebab akibat dan bahwa faktor-faktor lain mungkin berperan, termasuk kurangnya informasi tentang kapan gejala penyakit autoimun dimulai. Catatan lainnya, peserta penelitian sebagian besar terdiri dari wanita yang lebih tua yang berisiko patah tulang.

Namun, polusi udara telah dikaitkan dengan kelainan sistem kekebalan tubuh, dan merokok, berbarengan dengan emisi bahan bakar fosil, sebagai faktor predisposisi untuk rheumatoid arthritis, kata Dr Giovanni Adami, salah satu penulis laporan dan rheumatologist di University of Verona.

“WHO baru-baru ini mengidentifikasi polusi udara sebagai salah satu risiko lingkungan terbesar bagi kesehatan. Studi kami memberikan bukti baru tentang hubungan antara penyakit autoimun dan paparan polusi udara,” ungkap Adami.

“Selain itu, ada alasan biologis yang kuat yang mendukung temuan kami. Namun, hubungan sebab akibat sulit dibuktikan. Memang, tidak mungkin bahwa studi terkontrol secara acak dapat dilakukan pada topik seperti itu,” tutupnya.