in

Penyebab Burung Dodo Punah hingga Upaya Menghidupkannya Kembali

Ilustrasi burung dodo. Foto: K.N Rosandrani

Burung dodo merupakan burung endemik yang tinggal di Pulau Mauritius. Namun, burung dodo kemudian punah dari muka Bumi tanpa satu pun spesimen burung yang mampu bertahan hidup.

Burung yang bisa tumbuh hingga berukuran satu meter ini bahkan tak sempat didokumentasikan. Peneliti modern harus melihat ke lukisan sejarah dan karya seni untuk mempelajari mengenai seperti apa rupa dodo.

Itu mengapa kepunahan dodo hingga kini masih menjadi misteri dan bahan penelitian para ahli. Meski begitu, musnahnya burung ini disebut karena kombinasi dari evolusi lambat burung dan perubahan lingkungan yang cepat.

Mengutip Live Science, Kamis (28/4/2022) spesies yang tak bisa terbang dan lambat berkembang biak ini rentan terhadap datangnya predator baru di pulau tempat mereka hidup yang aman.

Selama jutaan tahun, sebelum manusia menginjakkan kaki di Mauritius, pulau tersebut tak memiliki predator darat yang besar. Namun saat pulau kedatangan predator, dodo lambat merespons ancaman yang baru datang itu.

Artikel di National Geographic menuliskan, dodo dikatakan tak takut pada manusia yang mendarat di pantai pulau mereka, sehingga burung-burung ini mudah ditangkap dan dibunuh oleh para pelaut Belanda yang kelaparan.

Dan bukan hanya manusia saja yang mengonsumsi dodo. Spesies yang ikut dibawa di pulau termasuk tikus, babi, kambing, dan monyet, menurut sebuah studi di Journal of Vertebrate Paleontology kemungkinan juga menangkap dan memakan dodo beserta telurnya.

Tragisnya bagi dodo, setiap telur yang dimakan mewakili satu-satunya kesempatan dodo betina untuk bereproduksi tahun itu.

Tanggal resmi kepunahan dodo tak pasti. Populasi dodo menyusut jauh dari pengamatan manusia. Namun menurut sebuah studi yang diterbitkan di jurnal Nature, peneliti yang menggunakan metode statistik memperkirakan kepunahan dodo pada akhir 1690.

Menghidupkan kembali dodo

Beberapa ilmuwan pun berambisi menghidupkan kembali dodo ke Bumi, seperti halnya ambisi mereka menghidupkan mammoth.

Tetapi menurut ahli biologi molekuler evolusioner Beth Shapiro di University of California, kecil kemungkinan itu bisa terjadi dalam waktu dekat.

Ada sejumlah alasan mengapa dodo menjadi rumit untuk dihidupkan kembali. Menurut Shapiro, dodo bukan kandidat yang baik untuk kloning karena hanya ada sedikit sumber DNA, reproduksi burung yang sangat rumit, dan belum tentu ada habitat bagi mereka untuk kembali.

Kloning sulit dilakukan karena tak ada sel hidup dari dodo yang tersedia sekarang sebagai media untuk mentransplantasikan DNA.

Yang bisa dilakukan adalah mengambil genom hewan yang berkerabat dekat kemudian mengubahnya agar menyerupai dodo.

Adapun kerabat terdekat dodo yang masih hidup adalah merpati Nicobar (Caloenas nicobarica). Itu pun sepertinya juga belum cukup karena perbedaan genetik antara kedua spesies burung jauh lebih besar, sehingga lebih sulit untuk membuat hibrida yang sukses di laboratorium.

Namun beberapa saat yang lalu Shapiro dan timnya melakukan studi dan menyebut telah berhasil mengurutkan seluruh genom dodo. Penelitian ini belum ditinjau oleh rekan sejawat dan tim bermaksud untuk segera mempublikasikannya.

Merekonstruksi genom dodo bukanlah hal yang mudah. Pertama, Shapiro dan timnya harus menemukan DNA dodo yang utuh, terkubur di sumsum tulang yang telah bertahan ratusan tahun di lingkungan Mauritius yang hangat dan lembab.

Kemudian, mereka harus memilah DNA yang ditemukan milik dodo dan mana yang berasal dari jamur serta bakteri yang telah menyerang tulang saat mereka membusuk.

Meski pengurutan genom sudah berhasil dilakukan, ini belum menjamin kebangkitan dodo kembali karena sistem reproduksi burung yang terbilang rumit. Peneliti menyebut cukup sulit untuk memanen dan memanipulasi sel telur burung dengan aman.

Bahkan jika para ilmuwan berhasil menghidupkan kembali dodo, pulau tempat mereka pernah tinggal adalah tempat yang sangat berbeda saat ini.

“Jika kita tidak memecahkan masalah yang menyebabkan kepunahan mereka sejak awal, mungkin tidak ada gunanya menghabiskan semua energi dan upaya yang diperlukan untuk membawa mereka kembali,” ungkap Shapiro.