Amerika Serikat melalui Defense Advanced Research Projects Agency (DARPA), mengmumkan, sedang mengembangkan pesawat ruang angkasa bertenaga nuklir.
Program itu disebut sebagai Demonstration Rocket for Agile Cislunar Operations (DRACO). Adapun proyek DRACO telah dimulai para ilmuwan lebih dari setahun yang lalu.
Dilansir dari Space News, Rabu (4/5/2022) DARPA telah mengirimkan permintaan proposal untuk tahap selanjutnya dari demonstrasi pesawat ruang angkasa.
Mereka menjelaskan, bahwa tahapan selanjutnya dari program ini akan berfokus pada desain, pengembangan, fabrikasi serta perakitan mesin roket termal nuklir.
Sejauh ini, pihaknya juga sudah memilih desain awal untuk reaktor mesin roket program DRACO yang dikembangkan General Atomics. Lalu memilih dua konsep pesawat ruang angkasa bertenaga nuklir milik Blue Origin, dan Lockheed Martin.
Juru Bicara DARPA menyebut, perusahannya akan mengadakan kompetisi penuh dan terbuka, agar peluang pengembangan pesawat ruang angkasa tahap pertama dapat diikuti oleh banyak perusahaan.
Sementara ini, mereka menetapkan pengajuan proposal untuk dapat berpartisipasi dalam pengembangan pesawat ruang angkasa adalah hingga 5 Agustus 2022.
Dengan begitu, diharapkan tujuan untuk demonstrasi penerbangan propulsi termal nuklir dapat dilakukan di tahun 2026 mendatang.
Desain awal untuk membangun mesin pesawat ruang angkasa dengan tenaga nuklir itu, sedang menuju tahapan berikutnya. Selanjutnya, sistem demonstrasi akan dibangun untuk menampung roket termal nuklir dalam uji peluncuran menuju orbit.
“Propulsi termal nuklir mencapai daya dorong yang tinggi mirip dengan propulsi kimia, namun dengan efisiensi dua hingga lima kali lipat,” ujar DARPA.
Badan Penerbangan dan Antariksa Amerika Serikat (NASA) pun berpartisipasi dalam proyek tersebut. NASA berkata, bergabungnya mereka dalam program ini, ialah agar dapat menggunakan propulsi atau sistem penggerak bertenaga nuklir pada misi luar angkasa.
Selain memproduksi pesawat ruang angkasa bertenaga nuklir, DARPA juga berinvestasi untuk membuat mesin yang dapat terbang melintasi jarak yang sangat jauh di ruang cislunar — wilayah antara Bumi dan Bulan.
“Manuver ini jadi lebih menantang di luar angkasa, karena keterbatasan sistem propulsi. Untuk mempertahankan keunggulan teknologi di luar angkasa, Amerika Serikat membutuhkan teknologi propulsi yang jauh lebih maju,” ujar manajer di program Tactical Technology Office DARPA, Mayor Nathan Greiner.