in

Turis Asing Lakukan Tindakan Tak Senonoh di Tempat Sakral, Kenapa Bisa Terjadi?

Ilustrasi pohon keramat. (Unsplash)
Ilustrasi pohon keramat. (Unsplash)

Baru-baru ini sebuah kejadian viral, dimana seorang bule asal Australia nekat memanjat pohon beringin sakral. Pohon keramat ini berada di Pura Dalem Prajapati Banjar Dadakan, Desa Adat Kelaci Kelod, Desa Abiantuwung, Kecamatan Kediri, Kabupaten Tabanan, Bali.

Diketahui, bule pria itu memiliki hobi memanjat pohon. Menurut pengakuannya, ia tidak mengetahui jika kawasan tersebut merupakan area sakral bagi umat Hindu.

Namun menurut keterangan, warga yang memergoki aksi bule bernama Samuel itu telah meminta untuk turun, namun, peringatan itu diabaikan.

Setelah dilaporkan ke Babinkamtibmas, Samuel diimbau aparat dan dibawa ke Polsek kediri untuk diperiksa. Belakangan, ia meminta maaf dan menyesali perbuatannya kepada pihak Desa Adat.

Bule itu pun dikenakan sanksi Rp500.000 untuk membayar upacara guru piduka, dan saat ini sedang menunggu tindak lanjut dari imigrasi.

Kejadian seperti ini bukanlah kali pertama terjadi di Bali. Sebelumnya, sempat ramai kasus turis perempuan asal Rusia yang bugil di pohon keramat demi konten, dan masih banyak lagi.

Melihat kejadian yang terus berulang ini, Sosiolog UGM Sunyoto Usman, menjelaskan, ada beberapa hal yang mungkin mendasari perbuatan tidak senonoh sejumlah warga negara asing (WNA).

“Motivasinya dorongan buat konten, jadi komersialisasi konten. Karena komersial, perlu menonjolkan keunikan dan sensasi. Itu kan ciri konten yang (biasanya) laku,” ujar Sunyoto dikutip dari Kompas.

Guna mengantisipasi atau pencegahan ke depannya, Sunyoto menyampaikan sangat perlu dibuat sosialisasi menyeluruh, salah satunya mengenai perbendaharaan tempat-tempat suci.

“Saya kira di destinasi wisata perlu ada sosialisasi. Perlu ada perbendaharaan tempat suci tadi itu. Mungkin saja bulenya tau, tapi blur, tidak ada ketegasan, (akhirnya) mudah dia langgar,” paparnya.

Lebih lanjut, Sunyoto berpesan kepada pemerintah maupun dinas pariwisata terkait untuk memberikan informasi rambu-rambu makna dan tempat suci di Bali. Sehingga ketika seseorang melakukan tindakan senonoh di Bali, sudah jelas mengetahui dampak dan sanksi moral atau sosial yang akan diberikan.

Adapun informasi tersebut menurutnya tidak boleh hanya disampaikan saat para turis sudah berada di destinasi wisata. Melainkan, dari sebelum keberangkatan bahkan kalau bisa dari jauh-jauh hari.

“Pariwisata ini kegiatan perjalanan yang menyeluruh, mulai dari sebelum, dalam prosesnya, lalu setelah berada di tempat destinasi. Jadi perlu keterlibatan semua pihak,” jelasnya.

Jadi bagi siapa pun yang berwisata atau traveling, mestinya harus bisa menjaga tata krama atau menghormati budaya sekitar. Jangan asal merekam dengan alasan membuat konten atau sekadar ingin terkenal sesaat.