Siapa sangka jika tingkat pendidikan dan demensia terkait satu sama lain? Studi terbaru menemukan, pendidikan tinggi dapat menurunkan risiko demensia. Hal ini ditemukan dalam studi simulasi di Jepang. Jepang merupakan negara dengan populasi tertua di dunia.
Pada 2021, sekitar 29,2 persen atau 36 juta orang dari total populasi Jepang berusia di atas 65 tahun. Diperkirakan, 3,5 juta di antaranya mengalami demensia.
Studi yang dipublikasikan di jurnal The Lancet ini, para peneliti menggunakan model simulasi mikro guna memprediksi tingkat demensia di antara populasi lansia pada tahun 2043.
Salah satu hasilnya ialah jenis kelamin, usia, dan tingkat pendidikan berkontribusi memengaruhi risiko demensia.
Mereka menemukan, tahun 2043 mendatang, sekitar 28,7 persen wanita berusia di atas 75 tahun yang tak mendapatkan pendidikan sekolah menengah akan mengalami demensia hingga memerlukan perawatan yang kompleks.
Sementara itu, hanya 6,5 persen wanita berusia 75 tahun ke atas dengan pendidikan jenjang perguruan tinggi yang diperkirakan mengalami gangguan kognitif ringan.
Hideki Hashimoto, profesor dari Departemen Kesehatan dan Perilaku Sosial di Tokyo University, yang terlibat penelitian tersebut mengatakan, pencapaian pendidikan mungkin jadi faktor penting dalam menentukan risiko demensia.
Ia mencatat, lebih dari 60 persen pria akan menjadi lulusan perguruan tinggi pada 2035 mendatang. Sementara, pada tahun 2016, hanya 43 persen pria berusia 55-64 tahun yang berpendidikan tinggi.
“Perubahan latar belakang pendidikan kemungkinan besar merupakan kontributor utama,” kata Hashimoto, dilansir Medical News Today.
Selain pengaruh tingkat pendidikan, peneliti juga menemukan adanya peningkatan harapan hidup. Harapan hidup ditemukan meningkat dari 23,7 tahun pada tahun 2016 menjadi 24,9 tahun pada 2043 setelah wanita berusia 65 tahun. Sementara pada pria, angka harapan hidup meningkat dari 18,7 tahun menjadi 19,9 tahun di periode yang sama.