in

Menilik Festival Songket Pandai Singkek yang Jadi Daya Tarik

Songket Pandai Singkek. (Antara)
Songket Pandai Singkek. (Antara)

Sebuah hamparan lahan pertanian yang membentang diantara Gunung Merapi dan Singgalang. Udara yang sejuk menyergap, menyambut pendatang ketika menginjakkan kaki di Nagari Pandai Sikek, Kabupaten Tanah Datar, Sumatera Barat.

Beberapa bangunan bergonjong, berbentuk seperti tanduk, memikat mata. Bunyi alat tenun yang khas dan sayup irama palu kayu beradu dengan pangkal pahat terasa merdu, dan memaksa siapa saja yang melintas untuk menikmati keelokan daerah yang masuk ke Kecamatan X Kota itu.

Memang Pandai Sikek dikenal sebagai salah satu daerah penghasil kain songket dan ukiran khas Minangkabau. Tidak heran jika suara alat tenun dan pahat ukir terus menyenandungkan irama merdu. Dua produk kerajinan itu juga bukan barang sembarangan. Kualitasnya tidak hanya dikenal di Sumatera Barat, tetapi telah mendunia.

Beberapa pengusaha kain songket di daerah itu bahkan telah memiliki pembeli tetap di Amerika dan Australia selain negara lain di Asia Tenggara seperti Malaysia.

Sebelum pandemi Covid-19, hampir setiap akhir pekan terlihat wisatawan dari luar Sumatera Barat (Sumbar) bahkan wisatawan asing datang untuk menyaksikan proses pembuatan kain songket dan berbelanja hasil kerajinan.

Namun, kondisi pandemi Covid-19 membuat semua berubah. Tidak ada lagi wisatawan. Tidak ada lagi pesanan. Pandai Sikek terpuruk tapi tidak pernah patah arang.

Saat pandemi COVID-19 melandai, ekonomi kembali menggeliat. Sedikit demi sedikit Pandai Sikek kembali bangkit, menyambut hari-hari baru dengan harapan baru.

Harapan itu kemudian diwujudkan dalam bentuk festival yang dalam rangkaiannya disematkan parade 1.000 songket kebanggaan Pandai Sikek.

Perantau asal Pandai Sikek, Edriana Noerdin, yang sengaja pulang untuk mendukung kegiatan tersebut menilai festival yang digelar 27-28 Agustus 2022 itu adalah momentum untuk menyegarkan kembali ingatan wisatawan bahwa di lembah antara Gunung Merapi dan Singgalang ada sebuah nagari dengan produk kerajinan luar biasa, yang memikat mata.

Songket Pandai Sikek memiliki ciri khas tersendiri. Pembuatannya menggunakan benang berwarna emas dan perak dengan dua jenis pola motif yaitu cukie dan sungayang.

Songket itu memiliki tiga motif wajib yaitu pohon pinang, biji bayam dan motif jalinan lidi yang dituangkan pada kain warna dasar hitam, merah, dan kuning yang melambangkan kaum adat, cendekiawan dan ulama.

Dengan hasil tenun yang menawan tersebut tidaklah berlebihan jika hasil buah tangan Bundo Kanduang Pandai Sikek itu disebut “ratu” songket.

Keahlian masyarakat Pandai Sikek membuat kerajinan songket sudah turun-temurun sejak nenek moyang. Hampir semua perempuan di nagari itu bisa menenun kain songket. Sebagian menggunakan alat tradisional, sebagian mulai beralih menggunakan peralatan yang lebih baru.

Selain songket keahlian memahat masyarakat Pandai Sikek juga sudah dikenal di banyak daerah. Pahatan itu biasa digunakan sebagai hiasan bagi Rumah Gadang, Rumah Adat Minangkabau.

Festival yang digelar juga sejalan dengan kebijakan Pemkab Tanah Datar yang mendorong satu event satu nagari untuk mendukung kebangkitan pariwisata daerah. Pandai Sikek Festival menjadi event atau kegiatan ke enam dalam kalender event tersebut.

Banyak perantau yang menyempatkan diri untuk pulang ke kampung halaman pada pelaksanaan festival itu. Selain bersilaturahim dengan sanak keluarga, mereka juga ingin melihat dan merasakan semaraknya “alek” atau pesta nagari yang baru pertama kali digelar itu.

Masyarakat tumpah ruah ikut memeriahkan arak-arakan Niniak Mamak, Bundo Kanduang, Paga Nagari dan semua unsur nagari yang mengular mengikuti jalan yang meliuk-liuk mengikuti kontur alam.

Seribu lebih Bundo Kanduang yang berjalan beriringan menggunakan baju adat berbalut songket membuat pola yang mempesona. Keelokan yang sungguh membuat bangga.

Festival itu juga diramaikan pesta seni dan budaya lokal sehingga benar-benar menggambarkan seribu pesona selaras dengan lagu mars Pandai Sikek yang menyebutkan nagarinya yang mempesona.

Melihat begitu besarnya animo masyarakat untuk ikut serta memeriahkan pesta anak nagari ini, maka sudah selayaknya acara ini dijadikan sebagai acara tahunan untuk mengangkat seni dan budaya masyarakat Pandai Sikek.

Festival sekaligus akan menjadi promosi daerah untuk lebih dikenal dunia. Jika dikemas dengan baik, memanfaatkan berbagai media termasuk media sosial, gaungnya akan lebih luas hingga manca negara sehingga akan menarik minat wisatawan untuk datang kembali ke Pandai Sikek.

Namun begitu, pemerintah nagari tidak mungkin berjalan sendiri. Perlu dukungan dari berbagai pihak baik pemerintah daerah, provinsi maupun pusat termasuk juga para perantau Pandai Sikek.