Ilmuwan mendeteksi bahwa lubang ozon di atas Antartika, Kutub Utara menyusut menjadi 23,2 juta km persegi, sedikit lebih kecil daripada tahun 2021. Hal tersebut diungkapkan oleh peneliti di Lembaga Penerbangan dan Antariksa AS (NASA).
“Sepanjang waktu, perkembangan yang konsisten dibuat dan lubangnya terus menyusut,” ungkap Paul Newman, Kepala Ilmuwan tentang ilmu Bumi di NASA’s Goddard Space Flight Center, dikutip dari situs resmi NASA.
“Kami melihat beberapa keraguan perubahan cuaca dan faktor lain membuat angkanya terus berkurang dari hari ke hari dan minggu ke minggu. Namun secara keseluruhan, kami melihatnya terus menyusut selama dua dekade terakhir. Eliminasi kandungan penipis ozon lewat Protokol Monteral menyusutkan lubangnya,” tambah Newman.
Dikutip dari situs UN Environment Programme, Protokol Montreal soal kandungan yang menipiskan lapisan ozon merupakan kesepakatan multilateral penting tentang lingkungan yang mengatur produksi dan konsumsi hampir 100 bahan kimia buatan manusia yang masuk kategori bahan penipis ozon (ODS).
Saat dilepaskan ke atmosfer, bahan-bahan kimia tersebut merusak lapisan ozon di stratosfer, perisai pelindung Bumi yang melindungi manusia dan lingkungan dari level sinar ultraviolet yang dapat merusak.
Nah, pada 16 September 1987, Protokol Montreal tersebut menjadi satu-satunya perjanjian PBB yang diratifikasi oleh seluruh negara di dunia yakni semua anggota PBB sebanyak 198 negara.
Lapisan ozon di atas Kutub Utara menipis tiap September dan membentuk lubang ozon. Bahan kimiawi aktif seperti klorin dan bromine di atmosfer yang merupakan turunan dari komponen produksi manusia jadi menempel di awan lapisan tinggi di atas kutub setiap musim dingin di selatan.
Klorin dan bromine yang reaktif tersebut kemudian memicu reaksi yang menghancurkan ozon saat Matahari terbit pada akhir musim dingin di Antartika.
Para peneliti di NASA dan NOAA (National Oceanic and Atmospheric Administration) endeteksi dan mengukur pertumbuhan serta retakan lubang ozon lewat instrumen di langit seperti satelit Aura, Suomi NPP, dan NOAA-20.
Selanjutnya pada 5 Oktober, satelit-satelit tersebut mengobservasi lubang ozon harian sebesar 26,4 juta kilometer persegi, sedikit lebih besar daripada tahun 2021.
Seperti dikutip dari LiveScience, angka tersebut menjadi yang terbesar sejak tahun 2015. Namun para ilmuwan mengatakan bahwa ukuran tersebut masih mengikuti tren keseluruhan yang menurun.
“Semua data mengatakan ozon dalam perbaikan,” ungkap Newman.