Dikutip dari Bloomberg.com, China memberhentikan produksi di 32 wilayah tambang batubara di pedalaman Mongolia. Hal itu merupakan buntut terjadinya insiden longsor yang menyebabkan 53 orang dinyatakan meninggal atau hilang.
Seperti yang diketahui bersama, China merupakan negara penghasil batubara terbesar di dunia. Rata-rata produksi batubara di China setiap tahunnya mencapai 3 miliar ton. Jauh di atas Indonesia yang mampu memproduksi batubara sekitar 600 juta ton dalam setahun.
Mengutip dari tradingeconomics.com, China mengekspor batubara ke beberapa negara, di antaranya Amerika Serikat, Hong Kong, Jepang, India, Vietnam, dan Malaysia. Namun, jumlah ekspor batubara China hanya sebagian kecil dari total produksinya. Karena China menyerap hampir seluruh batubara untuk keperluan dalam negeri.
Indonesia sendiri juga menjadi negara tujuan ekspor China untuk komoditas batubara, namun jumlahnya hanya sedikit. Dengan adanya pemberhentian produksi yang dilakukan China, kemungkinan harga batubara bisa semakin melambung. Mengingat harga batubara saat ini sudah berada di atas US$100 per MT.
Tentu Indonesia harus memanfaatkan momen ini demi meningkatkan produksi batubara untuk memenuhi kebutuhan pasar di China. Selain itu, margin keuntungan dari melonjaknya harga batubara, harus dimanfaatkan perusahaan-perusahaan tambang di Indonesia agar dapat menyerap serta mensejahterakan pekerja tambang khususnya.