Bulu tangkis debut sebagai olahraga yang bersaing memperebutkan medali Olimpiade pada tahun 1992. Namun, olahraga ini sebenarnya telah berpartisipasi di Olimpiade 20 tahun sebelumnya, sebagai acara eksibisi, pada Olimpiade 1972 di Munich, Jerman.
Pada waktu itu, pertandingan hanya berlangsung satu hari, yaitu pada Senin, 4 September 1972, dalam tiga sesi. Tempatnya adalah Aula Bola Voli dengan menggunakan dua lapangan. Meski begitu, pertandingan bulu tangkis sangat menarik perhatian penonton dan mendapat liputan pers yang terbatas. Kala itu, penonton yang hadir begitu antusias menyaksikan laga tepok bulu yang perdana diikutsertakan dalam Olimpiade.
Sebanyak 25 pemain dari 11 negara diundang untuk berpartisipasi. Kompetisi melibatkan empat cabang, yaitu tunggal putra, tunggal putri, ganda putra, dan ganda campuran. Untuk mengatasi keterbatasan akomodasi dan biaya, beberapa pemain berpartisipasi dalam dua nomor ganda.
Berbagai pemain yang tengah populer saat itu turut berpartisipasi dalam acara tersebut, antara lain, yaitu Rudy Hartono, Svend Pri, Gillian Gilks, Noriko Nakayama (sebelumnya dikenal sebagai Takagi), Christian Hadinata/Ade Chandra, dan Ng Boon Bee/Punch Gunalan. Herbert Scheele juga bertindak sebagai Wasit Kehormatan.
Medali pertama bulu tangkis Indonesia di Olimpiade
Banyak yang mengira Indonesia meraih medali emas Olimpiade pertamanya ketika Susy Susanti dan Alan Budikusuma bersaing di Olimpiade Barcelona 1992. Namun, sejarah mencatat bahwa jauh sebelumnya, Rudy Hartono adalah peraih medali emas Olimpiade pertama bagi cabang olahraga bulu tangkis Indonesia pada Olimpiade Munich 1972.
Keberhasilan Rudy Hartono diikuti oleh adiknya dari sektor tunggal putri, Utami Dewi, yang juga mencapai final Olimpiade 1972. Saat itu, ia berhadapan dengan Noriko Nakayama. Namun sayangnya, Utami Dewi kalah dalam pertandingan final tersebut. Atlet asal Surabaya itu harus mengakui keunggulan pemain Jepang tersebut dengan skor 11-5, 11-3.
Di sektor ganda putra, Indonesia juga telah meraih kesuksesan sejak lama. Ketika itu, pasangan Christian Hadinata/Ade Chandra juga berhasil melaju ke final Olimpiade. Dengan demikian, Indonesia meraih kesuksesan sebagai juara umum dengan dua medali emas dan satu medali perak pada Olimpiade Munich 1972.
Meski demikian, penting untuk dicatat bahwa saat itu cabang olahraga bulu tangkis masih dianggap sebagai laga eksibisi atau demonstrasi. Walaupun Indonesia meraih tiga medali, pencapaian ini tidak tercatat dalam klasemen resmi.
Oleh karena itu, tidak mengherankan jika mayoritas orang Indonesia mengenal Susy Susanti sebagai pebulutangkis pertama yang meraih medali emas pada Olimpiade 1992.
Tradisi bawa pulang medali Olimpiade
Sejak menjadi bagian resmi dari cabang Olimpiade pada tahun 1992, Indonesia hanya sekali pulang tanpa membawa medali. Momen ini terjadi pada Olimpiade London 2012. Pada saat itu, pencapaian tertinggi dari atlet Indonesia adalah hasil dari Liliyana Natsir/Tontowi Ahmad yang mendapat tempat keempat di perebutan medali perunggu.
Namun demikian, selama keikutsertaan Indonesia di Olimpiade, selalu ada medali emas yang berhasil diraih. Pada Olimpiade Barcelona 1992, Susy Susanti dan Alan Budikusuma masing-masing menyumbangkan medali emas melalui nomor tunggal putri dan tunggal putra. Sedangkan pada Olimpiade Atlanta 1996, medali emas diraih oleh ganda putra Ricky Subagja/Rexy Mainaky.
Empat tahun berikutnya di Sydney, ganda putra sekali lagi meraih medali emas. Kali ini, gelar juara diperoleh oleh pasangan Candra Wijaya/Tony Gunawan. Kemudian, di Athena 2004, Taufik Hidayat berhasil menambah sejarah medali emas tersebut.
Pasangan Markis Kido/Hendra Setiawan kemudian berhasil meraih medali emas pada Olimpiade Beijing 2008. Sementara itu, di Rio de Janeiro 2016, tradisi kemenangan emas tetap terjaga dengan keberhasilan Owi/Butet. Pasangan ganda ini berhasil membalas kekalahan mereka di Olimpiade London 2012.
Pada tahun 2020, medali emas bulu tangkis berhasil dibawa pulang oleh pasangan ganda putri Apriyani Rahayu/Greysia Polii.